Oleh: Adam Satria
PWMU.CO – Dalam konteks demokrasi dan pembentukan negara, Indonesia telah memilih jalan sebagai negara republik yang demokratis, sebuah pilihan yang ditegaskan melalui Pancasila dan UUD 1945. Pandangan ini sejalan dengan visi Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan yang selalu mendorong kemajuan dan pencerahan masyarakat.
Muhammadiyah dengan tegas menolak konsep negara berbasis khilafah dan mendukung negara republik yang menghormati pluralitas serta hak-hak dasar masyarakat. Artikel ini membahas mengapa Indonesia lebih cocok sebagai negara republik daripada khilafah, berdasarkan prinsip demokrasi, sejarah, dan nilai-nilai yang dianut Muhammadiyah.
Demokrasi: Pilar Utama Republik Indonesia
Demokrasi memungkinkan setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Sebagai negara yang plural, Indonesia sangat bergantung pada prinsip demokrasi untuk menjaga keberagaman suku, agama, dan budaya. Demokrasi juga memungkinkan adanya otonomi daerah dan kemandirian pemerintah lokal, yang penting untuk mengakomodasi perbedaan sosial dan budaya di Indonesia.
Menurut Budiman (2021), demokrasi dalam pembentukan peraturan daerah membuat peraturan menjadi lebih aspiratif dan partisipatoris, di mana masyarakat dapat berkontribusi di setiap tahap penyusunannya.
Muhammadiyah dan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan
Muhammadiyah telah menempatkan diri sebagai pelopor pencerahan dan pembaruan Islam di Indonesia. Organisasi ini konsisten mengambil pendekatan moderat dalam beragama, menolak radikalisme, dan mendukung nilai-nilai Islam yang adaptif terhadap modernitas dan demokrasi.
Kurikulum dan program-program Muhammadiyah mencerminkan orientasi pada nilai sosial dan keberagaman, bukan eksklusivitas agama. Penelitian Purnamasari et al. (2018) menunjukkan bahwa program konseling kelompok di SMP Muhammadiyah berhasil meningkatkan kompetensi sosial siswa melalui pendekatan inklusif, mendukung interaksi harmonis di masyarakat yang majemuk.
Menolak Khilafah: Mengapa Indonesia Tidak Cocok
Konsep khilafah, sebagaimana dipromosikan oleh Sayyid Quthb, mengedepankan penerapan hukum Islam secara eksklusif. Namun, pandangan ini kurang relevan dalam konteks pluralisme di Indonesia. Hasani (2016) mengkritik pemikiran Quthb dengan menyatakan bahwa ideologi tersebut sering kali tidak cocok di luar konteks Timur Tengah, terutama di negara-negara dengan keberagaman tinggi seperti Indonesia.
Sebagai negara demokratis, Indonesia membutuhkan sistem yang mampu merangkul seluruh elemen masyarakat. Republik demokratis lebih efektif dalam menjaga keberagaman budaya dan agama dibandingkan sistem khilafah yang memusatkan otoritas keagamaan.
Muhammadiyah sebagai Motor Pencerahan
Muhammadiyah berperan sebagai motor penggerak pencerahan, mendukung penguatan etika sosial dan karakter bangsa. Gerakan ini tidak hanya berfokus pada aspek ritual keagamaan, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Rosada dan Amrulloh (2018) menemukan bahwa pendekatan sosial-kognitif yang diterapkan di sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu meningkatkan interaksi positif di kalangan siswa, sekaligus memperkuat pemahaman akan nilai-nilai kolektif dalam masyarakat.
Muhammadiyah dan Nasionalisme
Dalam menjaga keutuhan negara dan ideologi Pancasila, Muhammadiyah secara tegas mendukung NKRI. Organisasi ini memandang bahwa nilai-nilai Islam kompatibel dengan Pancasila, sehingga nilai keislaman dapat diterapkan tanpa harus mendirikan negara berbasis hukum Islam formal.
Asror (2016) mencatat bahwa Kiai Muchith Muzadi, tokoh Muhammadiyah, menegaskan NKRI sebagai bentuk negara paling sesuai bagi Indonesia. Hal ini karena NKRI memungkinkan penerapan nilai-nilai Islam yang sejalan dengan prinsip kebangsaan dan inklusivitas.
Kesimpulan
Sebagai negara republik yang demokratis, Indonesia memiliki sistem yang mampu menjaga keberagaman dan kemajemukan, ciri khas bangsa ini. Muhammadiyah, dengan semangat pencerahannya, mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial secara moderat, inklusif, dan selaras dengan semangat kebangsaan.
Model republik memberikan ruang bagi semua kelompok untuk berkontribusi tanpa hegemoni satu kelompok agama. Pilihan menjadi negara republik relevan untuk menghadapi tantangan globalisasi sekaligus menjaga persatuan dalam keberagaman. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah