Indonesia Cerah dari Sang Pencerah oleh Siti Wiana Arti
PWMU.CO – Dalam perbankan nasional, muncul perhatian pada praktik rasmani, yaitu penggunaan dana nasabah oleh bank yang mengakibatkan kesulitan saat nasabah ingin menarik seluruh tabungannya.
Bank sering tidak menyimpan dana nasabah dalam brankas tetapi menginvestasikannya melalui pinjaman kepada pengusaha besar dan konglomerat.
Praktik ini membuat bank sulit memenuhi pencairan dana, meskipun dana tersebut adalah hak nasabah dan seharusnya bisa ditarik kapan saja.
Dana ini juga termasuk milik nasabah kecil dan organisasi, yang diletakkan di bank dengan harapan dapat diakses sewaktu-waktu.
Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, baru-baru ini mengumumkan untuk menarik seluruh dana simpanannya dari Bank Syariah Indonesia (BSI), yang merupakan hasil penggabungan bank syariah BNI, Mandiri, dan BRI.
Jumlah dana yang akan ditarik diperkirakan mencapai Rp15 triliun. Langkah ini mengejutkan dunia perbankan, terutama BSI.
Ketua umum Muhammadiyah, Buya Haidar Nasir, menjelaskan bahwa penarikan ini bertujuan untuk mendistribusikan simpanan secara lebih merata ke beberapa bank syariah guna mendukung keadilan ekonomi dan menghindari persaingan tidak sehat.
Muhammadiyah memutuskan untuk menarik dana besar dari Bank Syariah Indonesia (BSI) karena melihat bank ini lebih mengutamakan pemberian kredit kepada pengusaha besar dan konglomerat daripada mendukung sektor UMKM Muhammadiyah, yang memiliki visi kebangkitan ekonomi seperti yang diungkapkan oleh KH Ahmad Dahlan, merasa dana mereka seharusnya digunakan untuk memberdayakan UMKM di Indonesia.
Selain itu, Muhammadiyah melihat adanya pengaruh kelompok konglomerat di jajaran komisaris dan direksi BSI yang diduga mengincar aset Muhammadiyah.
Langkah ini juga disebut-sebut sebagai bagian dari rencana Muhammadiyah untuk mendirikan bank sendiri, sebagai upaya untuk membangun pilar ekonomi mandiri bagi umat.
Atas instruksi PP Muhammadiyah, seluruh pengurus dan aset Muhammadiyah mulai menarik dan menutup rekening di BSI.
Proses ini diharapkan berjalan lancar tanpa hambatan dari BSI yang mungkin mengalami kesulitan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana tersebut.
Bayangkan sebuah organisasi konglomerat dengan total kekayaan mencapai Rp400 triliun dan menguasai lahan seluas 20 juta meter persegi, setara dengan sekitar empat kali luas Pulau Bali.
Organisasi ini tidak hanya memiliki aset tanah yang luas, tetapi juga 364 rumah sakit dan klinik, 384 panti asuhan, dan 356 pondok pesantren.
Di bidang keagamaan, mereka telah membangun 20.198 masjid di seluruh Indonesia dan di berbagai negara, seperti Uganda, Afrika Selatan, Jepang, serta sedang merencanakan pembangunan masjid di Spanyol.
Namun, yang paling mencengangkan adalah aset mereka di bidang pendidikan. Organisasi ini memiliki sekitar 20.000 sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga SD, 3.200 sekolah menengah, dan 164 perguruan tinggi.
Didukung oleh 17.000 tenaga pengajar, mereka mendidik lebih dari 554.000 siswa. Bahkan, tiga universitas mereka termasuk dalam 10 perguruan tinggi Islam terbaik dunia versi UniRank pada tahun 2021.
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dinobatkan sebagai universitas Islam terbaik ketiga di dunia, mengungguli Universitas Antarbangsa Malaysia dan Iran University of Science and Technology.
Selain itu, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berada di peringkat keenam dan kedelapan.
Ini bukan pencapaian konglomerat besar, melainkan hasil kerja dari Muhammadiyah , organisasi keagamaan dan ormas Islam terkaya di dunia.
Semangat pembaruan yang digagas KH Ahmad Dahlan, atau Sang Pencerah, berhasil menarik banyak filantrop Muslim untuk berwakaf harta, tanah, dan ilmu ke Muhammadiyah, yang selalu menjaga amanah wakaf dan zakat ini dengan cermat.
Sikap kepercayaan ini merupakan kunci pesatnya pertumbuhan Muhammadiyah.
Dengan motto bahwa “teladan yang baik adalah khotbah yang paling jitu,” Muhammadiyah menekankan pendidikan karakter, akhlak, dan adab.
Baru-baru ini, Muhammadiyah memasuki sektor perhotelan dengan mendirikan Suara Muhammadiyah Tower dan Convention di Yogyakarta, tanpa meminjam sepeser pun dari bank.
Langkah ini menegaskan komitmen Muhammadiyah dalam membangun secara mandiri tanpa utang.
Ketika pandemi COVID-19 melanda, Muhammadiyah mengerahkan ratusan rumah sakit dan klinik untuk membantu pemerintah, bahkan ketika BPJS berutang lebih dari Rp500 miliar kepada mereka.
Muhammadiyah tidak menuntut, melainkan terus berfokus pada prinsipnya: “memberi lebih baik daripada menerima.”
Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah, organisasi ini telah berperan aktif sebagai pilar perekonomian Indonesia.
Saya berharap di masa depan, Muhammadiyah akan semakin terlibat dalam dunia perbankan syariah, sehingga Indonesia dapat menjadi pusat perekonomian syariah di Asia.
Editor Syahroni Nur Wachid