Oleh: Abdullah Sidiq Notonegoro (Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi (MPID) PW Muhammadiyah Jatim)
PWMU.CO – Muhammadiyah, organisasi Islam bercorak modernis yang konon merupakan terbesar di dunia, pada 18 November tahun ini genap berusia 112 tahun. Selama satu abad lebih, Muhammadiyah telah mendampingi perjalanan masyarakat bangsa ini belum menampakkan tanda-tanda kelelahan. Sebaliknya, Muhammadiyah semakin menampakkan kematangannya dan bahkan kian trengginas dalam menjalankan perannya.
Peran-peran keumatan dan kebangsaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, merupakan bukti bahwa Muhammadiyah sudah tidak ada persoalan pada urusan internalnya. Istilah “pengurus mengurusi pengurus” tidak berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Gerakan Muhammadiyah fokus pada kepentingan umat dan bangsa.
Seiring berjalannya waktu, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) semakin pesat perkembangannya — baik dari sisi jumlah maupun ragamnya. Perkembangan AUM ini tidak bisa dipisahkan dari faktor kebutuhan masyarakat yang juga terus meningkat dan berkembang. Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang mengemban misi keagamaan, Muhammadiyah pun merasa terpanggil untuk mengambil peran konstruktif dan progresif. Bahkan Muhammadiyah tidak sekedar menyediakan fasilitas fisik dengan seperangkat sistemnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Muhammadiyah juga menyiapkan kader-kader terbaiknya untuk mengawal dan menggerakkan kinerja AUM.
Berdasarkan data terbaru sebagaimana yang diunggah di situs resmi muhammadiyah.or.id, Muhammadiyah saat ini memiliki 172 perguruan tinggi, 122 rumah sakit, 231 klinik, 5.354 sekolah/madrasah, 440 pesantren, dan 1.012 AUM-Sosial (seperti panti asuhan dan panti jompo). Menariknya, AUM tersebut sebagian juga berada di luar negeri. Hal ini menegaskan bahwa peran Muhammadiyah sudah mendunia. Hal ini ditandai berdirinya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di sejumlah negara, seperti Malaysia, Mesir, Arab Saudi, Iran, Jerman dan lain sebagainya.
Walaupun sudah mendunia dan relatif diperhitungkan di pentas internasional, tidak menjadikan Muhammadiyah jumawa. Muhammadiyah tetap berupaya mengambil peran besar dalam mendampingi dan mengawal perjalanan warga bangsa ini agar tetap memiliki orientasi menuju Indonesia Emas. Indonesia Emas yang dicanangkan pada 2045 itu pada hakikatnya sebagai puncak cita-cita Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Melintasi tantangan
Cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 merupakan ilustrasi dari semangat dalam berkehidupan yang lebih baik. Sudah menjadi tradisi di Muhammadiyah dengan AUM yang berorientasi pada kehidupan atau masa depan. Lembaga pendidikan, rumah sakit, dan rumah sosial yang lain merupakan gambaran bahwa kepedulian terhadap masa depan (kehidupan) merupakan hal yang diutamakan oleh Muhammadiyah. Karena itu, lintasan perjalanan Muhammadiyah dari masa ke masa cenderung memihak pada hak hidup dan kehidupan.
Hal yang sangat lazim dalam menjalani dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, tantangan atau bahkan ancaman pun tak terhindarkan. Sejak masa awal Muhammadiyah didirikan, tantangan dan ancaman datang silih berganti.
Di masa pertumbuhan pun demikian pula. Dan, di masa sekarang pun Muhammadiyah tidak lepas dari ujian tersebut. Tetapi hal-hal tersebut tidak menjadikan Muhammadiyah surut langkah. Mewarisi sifat bijaksana sang pendiri Kiai Haji Ahmad Dahlan, bahwa mereka yang membenci, memusuhi dan mengganggu Muhammadiyah hanyalah orang-orang yang belum tercerahkan nalar intelektualnya.
Karena itu, kehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah umat dan bangsa ini tidak boleh disurutkan oleh ancaman dan tantangan yang menghadang. Sebaliknya, hal tersebut merupakan bukti bahwa kehadiran Muhammadiyah kian diperhitungkan.
Kehadiran Muhammadiyah memang relatif cenderung membawa hal-hal baru yang bersifat inovatif. Hal-hal baru tersebut merupakan aktualisasi dalam menjawab kebutuhan masa depan. Kehidupan tidak berjalan stagnan, tetapi terus berkembang seiring perkembangan zaman.
Utamanya bagi pihak-pihak yang merasa nyaman dengan kemapanan, gerakan progresif inovatif Muhammadiyah menjadi ancaman tersendiri. Harus diakui Muhammadiyah bukanlah zona yang kondusif bagi pribadi/kelompok yang cenderung menikmati kemapanan dan kenyamanan. Karena itu, penikmat kemapanan dan kenyamanan pasti cenderung menjadi penyakit di Muhammadiyah.
Ada untuk semua
Pada momentum Milad ke-112 ini, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mencanangkan tema “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”. Tema ini menegaskan komitmen Muhammadiyah untuk menjadi supporting utama dalam memperjuangkan terwujudnya masyarakat sejahtera. Tema tersebut juga menggambarkan bahwa Muhammadiyah berbuat bukan untuk kepentingan internal semata atau golongan tertentu saja. Kiprah sosial kemasyarakatan Muhammadiyah bisa dinikmati oleh seluruh warga bangsa.
Muhammadiyah menjadi gerakan keagamaan yang bersifat inklusif. Inklusivitas Muhammadiyah tidak hanya sebatas retorika atau komitmen diatas kertas. Inklusivitas Muhammadiyah mewujud dalam pikiran dan tindakan (perbuatan). Kehadiran dan diterimanya Muhammadiyah di Wilayah Indonesia Timur secara terbuka merupakan fakta Muhammadiyah ada untuk semua.
Pendek kata, perjalanan Muhammadiyah yang telah melintasi masa — sejak era pergerakan hingga era tinggal landas menuju 2024 — ini merupakan berkah tersendiri. Tidak hanya warga Muhammadiyah, seluruh warga bangsa ini patut bersyukur dengan kehadiran Muhammadiyah. Semoga selamanya Muhammadiyah menjadi pencerah umat dan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 dan setelahnya. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah