PWMU.CO-Idealnya antar Perguruan Muhammadiyah dikoordinasi untuk saling membantu demi terwujudnya standar mutu pendidikan yang baik. Karena faktanya belum ada, maka pengelola sekolah harus kreatif menggali dana dan memperbaiki kualitas sekolah.
Hal itu disampaikan Ketua Panitia Pembangunan Perguruan Muhammadiyah Lakarsantri Surabaya, Dr Ir H Sudiyarto MMA, dihubungi di kantornya, Kamis (19/10/2017). Pernyataannya itu menanggapi berita adanya perbedaan mencolok kualitas antar Perguruan Muhammadiyah.
Dia menjelaskan, mendirikan sekolah berkualitas itu butuh dana besar yang harus dicari ke sumber dana potensial. ”Contohnya Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 28 Lakarsantri dibangun dengan semangat bonek,” ujar Sudiyarto bergurau.
Bagaimana tidak bonek, sambung dia, Muhammadiyah di Lakarsantri ini serba baru. PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) baru dibentuk tahun 2012. Pengurusnya orang-orang baru yang relatif belum kenal akrab, keuangan juga kosong, tiba-tiba punya keinginan membangun sekolah senilai Rp 10 miliar.
Kisahnya, Sudiyarto bercerita, saat PCM Lakarsantri terbentuk ternyata di Jl. Raya Bangkingan ada tanah wakaf seluas 1.323 meter persegi yang sudah diserahkan lama ke Aisyiyah tapi telantar. Lantas tanah wakaf itu diserahkan ke PDM Kota Surabaya.
”Melihat tanah telantar itu lalu kami minta untuk dibangun sekolah dan sekarang berdirilah MIM 28 hanya dalam waktu dua tahun,” kata Sudiyarto yang juga pernah menjadi Ketua Panitia Pembangunan Perguruan Muhammadiyah Wiyung.
Peletakan batu pertama dilakukan 8 Desember 2013. Pembangunan konstruksi dimulai Mei 2014. Gedung tiga lantai dibangun bertahap. ”Setiap pekan pengurus PCM dan Panitia berkumpul melihat progress pembangunan dan menyelesaikan masalah. Kami bersyukur semua pengurus kompak,” katanya lagi.
Sumber dana pertama adalah infak-zakat pengurus dan anggota Muhammadiyah serta simpatisan lain. Saat membangun, PCM sowan ke pewakaf tanah, keluarga Ibu Erna Hanni, ternyata dengan senang hati memberi infak rutin. Bahkan satu rumahnya dijual, uangnya diserahkan ke panitia.
PDM Kota Surabaya didatangi untuk presentasi rencana sekolah langsung membantu sertifikasi tanah dan urun dana pembangunan. Begitu mendengar bisa mengajukan dana ke Walikota maka segera mengirimkan proposal ternyata cair juga. Unmuh Surabaya juga dikirimi proposal akhirnya dibantu. Begitu pun perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan dana CSR didekati agar mengalirkan sumbangan.
Mendengar ada bangku dan papan tulis bekas di SMPM 5 Pucang yang tidak terpakai kita kirim surat memintanya. Masjid, sekolah Muhammadiyah, dan TK ABA yang mempunyai simpanan kas, uangnya kita utang dengan pengembalian jangka panjang.
Dengan semangat bonek itu sekarang sudah terwujud gedung tiga lantai meskipun yang finishing baru lantai pertama dan kedua untuk kelas dan Masjid Baitul Halim. Lantai ketiga sekarang sedang membangun pilar dan tembok.
”Saat infak yang dikumpulkan sedikit demi sedikit selama dua tahun direkap, panitia kaget ternyata mencapai Rp 1,5 miliar. Belum termasuk sumbangan pasir, bata, semen, sirtu, besi, dan mesin molen,” ujarnya.
”Semua uang sumbangan, kita tidak utang ke bank,” tegasnya. Pekerjaan bangunan ditangani sendiri tidak lewat kontraktor. ”Sering pengurus kerja bakti waktu ngecor dek dan tangga,” tambah Sudiyarto yang juga dosen di UPN Veteran.
Dengan wujud gedung sekarang ini, ujarnya, sudah dapat dipakai kegiatan sekolah yang dibuka mulai tahun ajaran 2016-2017. Animo masyarakat menyekolahkan anaknya ke MIM 28 cukup besar karena citra sekolah Muhammadiyah dinilai baik. Masjid dinamakan Baitul Halim merujuk kepada pemberi tanah wakaf, Abdul Halim, suami Ny. Erna Hanni. (sgp)