Oleh: Irwan Samad
PWMU.CO – Fantastis, kira-kira seperti itulah kata yang pantas disematkan kepada Muhammadiyah saat ini.
Sebagai organisasi Islam terkemuka di tanah air bahkan dunia, nama besar Muhammadiyah begitu disegani. Dikutip dari cnbcindonesia.com, secara materiil, total kekayaan dan nilai aset organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini disebut-sebut mencapai 400 triliun rupiah.
Desas-desus mengenai informasi tersebut sempat mengundang tanda tanya, Namun, pada akhirnya hal itu terungkap dari pernyataan Anwar Abbas yang merupakan mantan Ketua Bidang Ekonomi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebagaimana dikutip di laman Bisnis.com pada 16 Desember 2020.
Ia membocorkan bahwa aset Muhammadiyah diperkirakan memang mencapai Rp 400 triliun yang terdiri atas tanah, bangunan, maupun kendaraan.
Simpang siur total aset organisasi yang berdiri pada 18 November 1912 itu menjadi terang benderang, ketika Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir mengkonfirmasinya.
Sebagaimana pernyataannya yang ada dalam tempo.com, Muhammadiyah memiliki 172 perguruan tinggi, 5.345 sekolah atau madrasah, serta 440 pesantren. Di bidang kesehatan dan sosial, Muhammadiyah memiliki aset 122 rumah sakit, 231 klinik, 1.012 unit amal usaha kesejahteraan sosial, seperti panti asuhan, disability center, dan senior-care center (lansia). Selain itu, organisasi ini juga memiliki tanah wakaf di 20.465 titik aset yang total luasnya mencapai 214.742.677 meter persegi.
Sementara itu, masjidnya berjumlah 12 ribu. Bahkan jika ditambah dengan kekayaan kas yang dimiliki oleh amal usaha yang tersimpan di bank, maka jumlahnya bisa melebihi Rp1.000 triliun.
Benar-benar fantastis. Menariknya lagi, kiprah Muhammadiyah bukan saja di dalam negeri, tetapi juga tersebar hingga ke luar negeri.
Ketika usianya menjelang 112 tahun, Muhammadiyah tercatat telah berhasil mendirikan 30 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM), dan juga Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di luar negeri seperti Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM), Muhammadiyah Australia Collage (MAC), TK ABA di Kairo, hingga sekolah darurat untuk pengungsi Palestina di Lebanon.
Benar saja organisasi ini dinobatkan sebagai organisasi terkaya di dunia. Semuanya terkelola dengan rapi, transparan, akuntabel. Tak satu pun aset tersebut dikelola secara perseorangan melainkan menjadi aset organisasi.
Demikian besarnya peran Muhammadiyah, membuat ilmuwan dari Boston University Amerika Serikat, Robert W Heffner merasa kagum seperti yang dituturkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir bahwa Muhammadiyah merupakan kunci. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia menjadi satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang boleh diamati sebagai model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain.
Muhammadiyah dalam konteks Keindonesiaan
Dalam kurun setahun terakhir, Muhammadiyah kembali mencuri perhatian publik dan menjadi trending topik di jagad maya. Setidaknya ada 3 isu utama yang menjadi perbincangan hangat. Pertama, ketika Muhammadiyah menarik seluruh dana simpanan dan pembiayaannya dari Bank Syari’ah Indonesia (BSI) sebagaimana tertuang dalam Memo Muhammadiyah Nomor 320/1.0/A/2024 pada 30 Mei 2024.
Keputusan untuk menarik dana simpanan di dari BSI tersebut sempat memunculkan polemik terkait motif penarikan besar-besaran tersebut, meski sempat beredar liar rumor akibat kekecewaan atas tak terpilihnya Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti sebagai komisaris BSI, namun belakangan Muhammadiyah membantahnya.
Muhammadiyah berdalih penarikan dana tersebut dilakukan akibat minimnya keberpihakan BSI dalam pembiayaan UMKM dibanding perusahan-perusahaan besar lainnya. Selain upaya untuk memitigasi risiko penumpukan dana di satu bank, juga sebagai upaya merawat kompetisi yang sehat di antara bank syariah.
Kedua, ketika Muhammadiyah secara resmi menerima konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau izin tambang tawaran dari pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 13 Juli 2024 lalu. Keputusan tersebut ditentang oleh sebagian warga Muhammadiyah, namun setelah melalui kajian mendalam, keputusan untuk menerima tawaran IUP juga tetap dilakukan.
Hal tersebut mungkin saja didasari atas keputusan Muktamar 47 di Makassar tahun 2015 yang mengamanatkan untuk memperluas dan meningkatkan dakwah Muhammadiyah di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit bisnis lainnya.
Ketiga, sejumlah kader terbaik Muhammadiyah dipanggil bergabung dalam jajaran kabinet Merah Putih yang dikomandoi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ketujuh kader tersebut adalah Abdul Mu’ti, Muhadjir Effendy, Raja Juli Antoni, Fauzan, Fajar Riza Ul Haq, Dzulfikar Ahmad Tawalla dan Dahnil Anzar Simanjuntak.
Masuknya tujuh kader terbaik Muhammadiyah dalam jajaran Kabinet Prabowo-Gibran menjadi bukti kuat komitmen Muhammadiyah untuk terus berperan aktif dalam pembangunan bangsa.