Muhammadiyah di mata seorang dokter
Oleh dr Mohamad Isa
PWMU.CO – Muhammadiyah telah berumur 112 tahun. Suatu perjalanan yang cukup panjang. Lebih 1 abad sudah berkiprah di Indonesia.
Perjalanan panjang Muhammadiyah diawali dengan semangat untuk bisa membantu sesama, suatu modal dasar yang luar biasa. Membantu kaum dhuafa sesuai dengan perintah Allah dalam surat al-Maun.
Sudah banyak usaha yang dilakukan dengan dinamika yang ada. Salah satunya adalah amalan di bidang kesehatan dan pendidikan.
Penulis saat itu sebagai mahasiswa tingkat tiga di Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya tahun 1982 yang tergabung dengan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HMI Cabang Surabaya melakukan kegiatan Pembinaan pada SD-SD Islam.
Yaitu SD Muhammadiyah IV Pucang Anom Timur Surabaya dengan Kepala Sekolah Bapak Djoko, SD Maryam Manyar Sambongan dengan Kepala Sekolah Bapak Wahab, SD Diponegoro Kedung Sroko dengan Kepala Sekolah Ibu Syakur Tawil.
Kegiatan berupa pembinaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kami melakukan pembinaan selama 2 tahun, kolaborasi dengan Puskesmas Pucang Sewu, Surabaya.
Pembinaan UKS dengan melakukan pendidikan kesehatan, pemeriksaan kesehatan pisik, gigi , kejiwaan, pembentukan Dokter Kecil yang dibimbing oleh Dokter Spesialis /Ahli dibidangnya.
Dengan semangat dan keihlasan yang luar biasa dari kepala sekolah dan para guru, program ini berjalan dengan baik.
Salah satu murid di SD Muhammadiyah IV saat itu adalah Achmad Chusnu Romdhoni, yang sekarang jadi Dokter Spesialis/Dosen/Profesor di bidang THT di FK Unair.
Kegiatan lain yaitu kerjasama antara Muhammadiyah dengan LKMI untuk mengisi tenaga medis di klinik-klinik Muhammadiyah yang tersebar di Jawa Timur.
Tahun 1984, saat terjadi banjir besar di daerah Bojonegoro,Tuban, Lamongan dan Gresik akibat luapan Sungai Bengawan Solo.
Pimpinan dan Anggota Muhammadiyah Cabang Babat dan Pegawai Balai Pengobatan (BP) Muhammadiyah Babat bekerja sama dengan LKMI terjun langsung tiap minggu selama 2 bulan.
Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan pemberian sumbangan ke korban banjir di daerah Widang, Laren, Gelap, Pucuk, Parengan dan sekitarnya. Dari pagi sampai menjelang mahrib.
Warga Muhamadiyah dan warga setempat, bergotong royong dan tanpa lelah membantu para korban banjir.
Aneka kegiatan dibidang kesehatan tak henti-hentinya dilakukan oleh warga Muhammadiyah. Dengan semangat “Hidup-hidupi lah Muhammadiyah jangan cari hidup di Muhammadiyah“.
Dengan motto itu Amal Usaha Muhammadiyah berkembang menjadi amal usaha yang bermanfaat untuk kemaslatan umat.
Sebagai contoh adalah BP (Balai Pengobatan) Muhammadiyah Babat, Lamongan yang berkembang jadi Rumah Sakit Muhammadiyah 1 dan Rumah Sakit Muhammadiyah 2 di Babat. Dan juga berkembangnya RS Muhammadiyah yang lain.
Sebagai seorang dokter, apa sudah puas dengan keadaan saat ini ? Tantangan sekarang apa ?
Sebagai seorang dokter, kami berpendapat bahwa amal usaha Muhammadiyah : Diharapkan Performance dan Pelayanan RS Muhammadiyah dapat ditingkatkan. Sumber Daya Manusia perlu ditingkatkan kompentesi nya agar bisa lebih unggul, lebih bermanfaat dan bisa menolong banyak orang.
Tetap semangat untuk belajar dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada.
Sebagai amal usaha saat ini, tantangannya adalah bagaimana mengelolah amal usaha itu tetap eksis dan berkembang dengan regulasi yang ada saat ini.
Antara Amal dan Usaha menjadi problematika tersendiri. Di titik tertentu akan ada pilihan mendahulukan amal atau usaha. Sampai dimana pilihan ini yang dilakukan ? Ini pilihan yang dilematis.
Bila mengutamakan Amal, sebagai bidang Usaha akan terganggu. Sebaliknya bila diutamakan Usaha, amal akan terganggu.
Saran kami : Usaha tetap berjalan dan amalan tetap jalan. Dengan strategi skala prioritas mana yang lebih diutamakan saat itu untuk kepentingan bersama.
Sebagai penutup : Selamat Milad Muhammadiyah yang ke 112. Milad tidak sekedar seromonial, tapi substansi Milad yaitu instrospeksi, evaluasi untuk perbaikan kemudian.
Selama dunia berputar, mari kita berlomba-lomba untuk kebaikan :
‘Fastabiqul Khairat’
Banjarmasin, 24 Nopember 2024.(*)
Editor Syahroni Nur Wachid