Oleh Zainul Muslimin Bendahara PWM Jatim
PWMU.CO – Lingkungan kerja yang tidak harmonis sering kali menjadi sumber permasalahan di organisasi.
Beberapa faktor utama yang memengaruhi situasi ini adalah keberadaan karyawan toxic, buruknya komunikasi antar tim, serta kurangnya empati dan perhatian dalam hubungan kerja.
Berikut adalah ulasan lengkap berdasarkan teori dan data survei terkini:
Faktor-Faktor Penyebab
Karyawan Toxic
Penelitian menunjukkan bahwa perilaku toxic seperti intimidasi, pelecehan, dan sikap tidak profesional dari kolega atau atasan dapat meningkatkan stres kerja karyawan hingga menghambat produktivitas (Larasati & Prajogo, 2022).
Karyawan toxic sering memanfaatkan kekuasaan untuk menciptakan ketidaknyamanan, yang berdampak pada konflik internal.
Komunikasi yang Buruk
Komunikasi yang tidak efektif antara tim menciptakan kesalahpahaman, melemahkan kolaborasi, dan memperlambat pengambilan keputusan.
Harper et al. (2020) menemukan bahwa manajer dengan pola komunikasi yang ambigu sering kali memperburuk masalah di tempat kerja.
Kurangnya Empati dan Dukungan
Dukungan organisasi yang rendah dan kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan karyawan terbukti memperburuk tingkat kepuasan kerja.
Studi dari Nielsen & Einarsen (2018) mencatat bahwa karyawan yang merasa tidak dihargai cenderung memiliki tingkat stres lebih tinggi dan performa yang lebih rendah.
Dampak pada Produktivitas dan Kesejahteraan
Lingkungan kerja toxic menyebabkan penurunan kualitas hidup kerja (Quality of Work Life). Survei yang melibatkan 239 responden di Indonesia menemukan bahwa toxic workplace berhubungan langsung dengan meningkatnya stres kerja dan penurunan produktivitas.
Karyawan yang bekerja dalam lingkungan seperti ini melaporkan kelelahan emosional, kesehatan mental yang terganggu, serta motivasi kerja yang rendah (Larasati & Prajogo, 2022).
Data lain dari Gallup juga menyebutkan bahwa 67% karyawan di perusahaan dengan budaya buruk merasa tidak terlibat penuh dalam pekerjaan mereka, sementara 76% melaporkan bahwa komunikasi yang buruk menjadi faktor utama stres mereka di kantor.
Membangun Budaya Positif
Untuk mengatasi lingkungan kerja yang tidak harmonis, organisasi perlu mengambil langkah proaktif:
Peningkatan Komunikasi: Pelatihan komunikasi untuk manajer dan karyawan dapat mendorong dialog yang lebih terbuka.
Pemberdayaan Dukungan: Program kesejahteraan karyawan, seperti konseling atau workshop pengelolaan stres, dapat membantu menciptakan keseimbangan kerja.
Penanganan Karyawan Toxic: Implementasi kebijakan nol toleransi terhadap perilaku toxic akan mendorong budaya kerja yang lebih sehat.
Lingkungan kerja yang sehat tidak hanya mendukung kesejahteraan karyawan, tetapi juga menjadi fondasi bagi keberhasilan organisasi secara keseluruhan. Dengan mengatasi masalah ini secara strategis, produktivitas dapat meningkat, dan stres kerja karyawan dapat ditekan.
Contoh Nyata Lingkungan Kerja Kurang Harmonis
Kasus Uber (2017): Budaya Toxic dan Diskriminasi
Mantan karyawan Uber, Susan Fowler, mengungkapkan melalui blog pribadinya bahwa perusahaan tersebut memiliki budaya kerja yang toxic. Diskriminasi gender, pelecehan seksual, dan komunikasi buruk antara manajemen dan karyawan menjadi masalah utama.
Akibatnya, Uber mengalami kerugian reputasi besar-besaran, diikuti dengan mundurnya CEO saat itu, Travis Kalanick, serta penurunan produktivitas perusahaan secara signifikan.
Wells Fargo (2016): Tekanan Berlebihan pada Karyawan
Di Wells Fargo, budaya kerja yang sangat kompetitif memaksa karyawan untuk membuka jutaan akun palsu demi memenuhi target. Lingkungan kerja ini menimbulkan stres tinggi dan perilaku tidak etis di kalangan staf.
Akibatnya, perusahaan membayar denda miliaran dolar dan kehilangan kepercayaan publik, sementara banyak karyawan mengalami burnout.
Kasus di Startup Lokal Indonesia
Seorang mantan karyawan sebuah startup teknologi di Indonesia melaporkan bahwa budaya kerja di perusahaannya penuh dengan micromanagement, kurangnya empati dari atasan, dan komunikasi buruk antar divisi.
Laporan ini dipublikasikan di platform LinkedIn dan mendapatkan respons luas. Akibatnya, banyak karyawan memilih resign massal, dan reputasi perusahaan tersebut terpuruk di kalangan pencari kerja lokal.
Pelajaran yang Bisa Diambil
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang tidak harmonis dapat berdampak luas, mulai dari stres karyawan, turunnya produktivitas, hingga kerugian finansial dan reputasi bagi perusahaan.
Membenahi budaya kerja adalah langkah mendesak untuk menghindari hal serupa.
Sumber: Larasati & Prajogo (2022), Harper et al. (2020), Nielsen & Einarsen (2018).
Editor Syahroni Nur Wachid