Pentingnya Pendidikan
Namun, tantangan terbesar pendidikan di era ini bukan sekadar adaptasi terhadap teknologi, melainkan menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah gelombang mekanisasi dan virtualisasi. Pendidikan harus menjadi ruang yang membebaskan, bukan memenjarakan; memberdayakan, bukan sekadar menyiapkan buruh untuk pasar tenaga kerja global.
Pendidikan sebagai lokomotif peradaban hanya dapat terwujud jika semua elemen—guru, siswa, institusi, dan masyarakat—bekerja dalam harmoni. Imam Al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin, menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan diri menuju kesempurnaan manusiawi. Ia menekankan bahwa “Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” Dalam konteks ini, pendidikan bukan sekadar transmisi pengetahuan, tetapi transformasi eksistensial.
Pendidikan yang ideal harus mengembalikan manusia kepada hakikatnya: makhluk yang memaknai hidup melalui refleksi dan tindakan yang bermakna. Ki Hadjar Dewantara merangkum filosofi ini dengan prinsipnya yang abadi: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.
Reposisi pendidikan Indonesia memerlukan keberanian untuk keluar dari paradigma usang. Ini adalah panggilan untuk menciptakan ekosistem yang memberdayakan guru, memerdekakan siswa, dan membangun masa depan yang berpijak pada nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal.
Inilah saatnya pendidikan di Indonesia menegaskan dirinya bukan sebagai instrumen reproduksi sistem, tetapi sebagai arsitek peradaban yang melahirkan generasi unggul, berkarakter, dan siap menghadapi kompleksitas dunia. Mari jadikan pendidikan sebagai mercusuar yang menuntun bangsa ini menuju masa depan yang lebih gemilang. (*)
Editor Amanat Solikah