Oleh: Zainul Muslimin (Bendahara PWM Jatim)
PWMU.CO- Sekitar 10 bulan yang lalu, saya memulai usaha beternak ayam kampung. Bermodal 12 ekor induk dan 2 pejantan, inspirasi ini datang dari sebuah video di media sosial yang mengatakan bahwa dengan 10 ekor induk ayam kampung dan satu pejantan, dalam waktu tiga tahun, seseorang bisa menjadi milyarder.
Saya sepakat dengan gagasan itu—terlihat rasional dan penuh potensi. Maka dimulailah perjalanan saya sebagai peternak ayam kampung.
Karena lahan yang saya gunakan cukup luas dan banyak tersedia limbah pertanian, kebutuhan pakan ayam-ayam tersebut terpenuhi lebih dari cukup.
Ayam-ayam itu pun berkembang biak secara liar, bebas berkeliaran. Dalam beberapa bulan, jumlahnya meningkat hingga sekitar 100 ekor dengan berbagai ukuran dan usia.
Seiring waktu, saya mulai belajar sedikit demi sedikit tentang ilmu genetika. Supaya tidak terjadi inbreeding (perkawinan sedarah) yang dapat merusak kualitas keturunan, saya memutuskan untuk mengganti pejantan awal dengan ayam jago baru.
Pilihan jatuh pada ayam jago bekas aduan dari pasar, yang tampak besar, kekar, dan gagah. Namun, kesalahan besar terjadi—ayam baru itu dimasukkan tanpa proses karantina atau perawatan kesehatan terlebih dahulu.
Seminggu kemudian, ayam jago tersebut mati. Lebih buruknya lagi, kematiannya diikuti oleh ayam-ayam lain. Ternyata, ayam jago baru itu membawa virus Newcastle Disease (ND) atau tetelo, penyakit menular yang tak memiliki obat.
Alih-alih memperbaiki kualitas populasi, kehadiran ayam baru ini justru membawa bencana besar. Jumlah populasi yang semula mencapai ratusan kini menyusut drastis, hanya tersisa sekitar 20–25 ekor.
Dari pengalaman pahit ini, ada pelajaran penting yang saya dapat:
“Jika ingin memasukkan ayam baru ke dalam komunitas yang sudah ada, pastikan trah, rekam jejak, dan kesehatannya benar-benar jelas. Jangan hanya menilai dari tampilan luar—lihat bobot, bebet, dan bibitnya. Jika tidak hati-hati, tatanan yang sudah kita bangun bisa hancur bahkan punah.”
Meski demikian, semangat saya untuk beternak ayam kampung tetap membara. Saya masih istiqamah dengan konsep ayam kampung liar yang bebas dan mandiri.
Mereka dibiarkan bertelur, menetas, makan, minum, bahkan kawin di mana saja sesuai keinginan mereka. Yang penting, mereka tidak meminta makan dari pemiliknya—semua harus dicari sendiri.
Perjalanan menuju mimpi menjadi milyarder ini tentu belum selesai. Bukankah belum genap tiga tahun? Saya percaya, usaha yang konsisten dan pelajaran dari pengalaman buruk ini akan membawa hasil di kemudian hari. Tetap semangat menjemput mimpi!
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan