PWMU.CO – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Sa’ad Ibrahim MA mengupas makna “makmur” dalam taushiyahnya pada Hari Syiar Bermuhammadiyah bertema Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua.
Acara ini digelar oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik di Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas), Sabtu (30/11/2024).
“Makmur berasal dari kata ma’muurun. Isim fa’ilnya adalah aamiirun. Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal istilah takmir. Namun, sebenarnya istilah takmir itu merujuk pada masdar dari ammara yu’ammiru ta’miiron. Isim fa’ilnya adalah mu’ammir, sedangkan yang dimakmurkan disebut mu’ammar,” jelas Dr. Sa’ad.
Ia juga menjelaskan bahwa istilah ini banyak digunakan dalam Alquran dan hadis. Salah satunya hadis Nabi Muhammad SAW:
“Khairukum man thaala ‘umruhu, wa hasuna ‘amaluhu.” (Sebaik-baik kalian adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.)
Menurutnya, kata “umur” dalam bahasa Arab tidak sekadar merujuk pada angka usia, tetapi lebih kepada pencapaian atau kebaikan yang dihasilkan seseorang selama hidupnya.
“Contohnya, ketika seseorang bertanya ‘kam umruka?’ itu bukan hanya soal usia, melainkan apa yang telah diperbuat dalam hidupnya. Bahkan, seseorang yang telah wafat bisa tetap ‘hidup’ jika kebaikannya terus disebut dan dirasakan,” katanya.
Legacy Kebaikan
Dr Sa’ad mencontohkan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw, yang meskipun telah wafat, selalu disebut dalam doa umat Islam, termasuk dalam shalat. Begitu juga KH Ahmad Dahlan yang wafat pada 1923, tetapi kebaikan dan perjuangannya terus diteruskan oleh kader Muhammadiyah hingga kini.
“Ada orang yang sudah meninggal tapi tetap hidup karena kebaikannya. Selama orang masih menyebut kebaikannya, ia tetap hidup, setidaknya di hati orang-orang yang merasakan manfaatnya,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya meninggalkan warisan kebaikan (legacy) bagi generasi mendatang. Keadilan, menurutnya, adalah kunci utama membangun peradaban yang bermakna.
“Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah menyatakan, al-dzulmu muharridun lil ‘umro—kedzaliman itu menghancurkan peradaban. Sebaliknya, keadilan membangun peradaban,” tandasnya.
Penulis Ain Nurwindasari Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan