Pilkada Dua Putaran
Empat daerah yang menjalankan sistem dua putaran, yaitu Jakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat, memiliki keistimewaan yang membedakannya dari daerah lain. Status ini didasarkan pada kebutuhan untuk menjaga stabilitas politik dan legitimasi pemerintah daerah.
“Jakarta, misalnya, memiliki aturan yang berbeda karena merupakan Daerah Khusus dan pusat pemerintahan. Begitu pula dengan Aceh, Papua, dan Papua Barat yang memiliki status Daerah Istimewa dan atau Otonomi Khusus,” jelasnya.
Sementara itu, daerah lain tidak memerlukan dua putaran karena kepala daerah bisa terpilih dengan suara terbanyak meskipun kurang dari 50%.
“Di daerah non-khusus, seperti Malang, tidak ada aturan untuk putaran kedua. Di sana, demokrasi cukup fleksibel karena tidak ada keharusan mencapai suara mayoritas absolut,” tambahnya.
Dengan sistem ini, Pilkada dua putaran diharapkan tidak hanya mencerminkan kehendak rakyat, tetapi juga mampu menjaga prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Menurutnya, Pilkada adalah bagian dari demokrasi yang mengedepankan suara rakyat. Mekanisme dua putaran hanya diterapkan di daerah khusus untuk memastikan legitimasi kuat, sementara di daerah lain, sistem yang lebih sederhana sudah cukup memadai.
Dari sisi pelaksanaan, Pilkada dua putaran memerlukan anggaran lebih besar karena melibatkan pencetakan ulang surat suara, pengadaan logistik baru, dan kampanye tambahan. “Secara teknis, dua putaran ini tergolong biaya tinggi. Namun, pemerintah telah mengantisipasi hal ini dengan menunjuk Pj (Penjabat) untuk menjalankan pemerintahan hingga kepala daerah yang pasti terpilih,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa beban anggaran yang besar juga menjadi tantangan. Anggaran memang menjadi perhatian utama, tetapi ini adalah konsekuensi demokrasi yang menuntut legitimasi tinggi. Pemerintah harus mengalokasikan dana lebih untuk menyukseskan proses tersebut.
Selain anggaran, partisipasi masyarakat juga menjadi sorotan. Pilkada dua putaran, menurutnya, justru bisa menjadi ajang pembelajaran demokrasi yang baik. “Saya rasa masyarakat tidak terlalu terbebani. Sebaliknya, momen ini bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Bahkan, sektor ekonomi lokal, seperti hotel dan restoran, mendapat keuntungan dari pergerakan warga selama Pilkada,” ungkapnya. (*)
Penulis Hassan Al Wildan Editor Amanat Solikah