PWMU.CO – Penyatuan kalender Islam telah menjadi isu krusial yang terus diperjuangkan umat Islam selama berabad-abad.
Berbagai metode penanggalan yang berbeda kerap menjadi sumber perdebatan dalam menentukan awal bulan Hijriyah, termasuk dalam menentukan hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk menjawab tantangan ini, Muhammadiyah mengusung inisiatif penyatuan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT), sebuah langkah besar menuju kesatuan umat.
KHGT kembali ditekankan dalam sosialisasi di Gedung Dakwah Muhammadiyah Kota Kediri, Sabtu (30/11/2024).
Acara ini dibuka oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur, Dr Achmad Zuhdi, yang menyebut kalender ini sebagai bagian dari mimpi besar Muhammadiyah untuk membangun peradaban Islam yang terorganisir.
“Kalender ini mendukung kegiatan keagamaan, sosial, dan budaya serta menciptakan kesatuan waktu di seluruh dunia,” tegas Zuhdi.
Pada Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XXXII yang digelar di Pekalongan, Februari 2024, KHGT menjadi bahasan utama.
Kalender ini dirancang berdasarkan metode hisab hakiki, sebuah pendekatan ilmiah yang mengintegrasikan siklus astronomi bulan dan matahari.
Prinsip utamanya adalah “satu hari satu tanggal di seluruh dunia,” yang bertujuan menghapus perbedaan penentuan awal bulan Hijriyah yang selama ini sering terjadi.
“KHGT adalah tonggak penting dalam menyatukan umat Islam secara global. Ini bukan hanya soal kalender, tetapi tentang ukhuwah yang lebih kokoh,” ujar Amirul Muslihin, anggota Divisi Hisab Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur.
Ia menambahkan bahwa KHGT mengakomodasi syariat Islam sekaligus menjawab kebutuhan zaman modern yang menuntut kepastian dalam penanggalan.
Sebelum adanya KHGT, umat Islam di berbagai belahan dunia kerap menghadapi persoalan perbedaan penanggalan, misalnya dalam penentuan hari Arafah yang memengaruhi pelaksanaan puasa sunnah.
Sebagian umat mengikuti penetapan wukuf di Arafah, sementara sebagian lainnya berpedoman pada keputusan masing-masing wilayah. Dengan KHGT, Muhammadiyah berharap perbedaan tersebut dapat diatasi.
Dari sisi astronomi, KHGT memanfaatkan siklus sinodis bulan untuk memastikan keakuratan awal bulan.
Berbeda dengan metode rukyat yang sering kali hanya dapat dilakukan pada H-1 bulan baru, hisab menawarkan prediksi yang lebih jauh ke depan.
Metode ini bahkan memungkinkan penentuan awal bulan hingga beberapa tahun mendatang.
Selain untuk ibadah, KHGT juga dirancang untuk mendukung transaksi ekonomi global. Kalender ini memberikan kepastian yang diperlukan dalam berbagai aktivitas internasional, termasuk perdagangan dan pengelolaan waktu lintas zona.
“Dengan kalender ini, umat Islam tidak hanya terorganisasi dalam beribadah, tetapi juga dalam kegiatan sosial dan ekonomi,” tambah Amirul.
Muhammadiyah telah memulai kajian KHGT sejak 2007 melalui berbagai simposium dan seminar, termasuk Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah di Turki pada 2016.
Prototipe KHGT bahkan telah diuji pada 2021 dan terus disempurnakan untuk memastikan implementasinya di seluruh dunia.
Dalam konteks syariat, KHGT mengacu pada dalil al-Quran dan hadis yang menekankan pentingnya kesatuan waktu.
Surah Yasin ayat 40, misalnya, menjelaskan keteraturan peredaran matahari dan bulan, yang menjadi dasar perhitungan kalender Islam.
Hadis Nabi SAW juga menguatkan keharusan umat Islam untuk memulai puasa dan hari raya secara serentak.
“KHGT adalah refleksi dari agama yang lurus (ad-din al-qayyim) yang memberikan kepastian dan keadilan bagi seluruh umat Islam,” terang Amirul.
Melalui KHGT, Muhammadiyah berharap mampu menjawab tantangan modern sekaligus memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Dengan adopsi kalender ini, umat Islam tidak hanya lebih terorganisasi, tetapi juga semakin dekat dengan cita-cita kesatuan global.
Penulis Syahroni Nur Wachid Editor Wildan Nanda Rahmatullah