PWMU.CO – Dalam memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang Raya melaksanakan kegiatan diskusi publik di Kampung Mahasiswa PJE.
Kegiatan tersebut berlangsung dengan mengundang beberapa pemateri, seperti Ibu Luluk Dwi Kumalasari MSi dosen FISIP UMM, dan Miri Pariyas seorang Pegiat Isu Perempuan. Dimana kedua pemateri tersebut telah mengkaji secara dalam terkait kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kajian Publik dengan tema “Mengingat Sejarah, Menggerakkan Aksi: Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai Momentum Perubahan”, dimana dalam sejarahnya sendiri HAKTP berasal dari perjuangan yang telah dilakukan oleh Mirabal Sisters untuk melawan rezim yang dilakukan oleh Trujillo sekitar tahun 1940-an.
Melihat sejarah yang telah terjadi tersebut pemateri menyampaikan bahwa “Setiap manusia harus memahami bahwa segala bentuk kekerasan melanggar Hak Asasi Manusia, setiap manusia harus terus memahami terhadap berbagai bentuk kekerasan yang ada, setiap manusia harus melakukan ‘gerakan’ dalam merubah kondisi dan memberikan kesadaran secara mayoritas.” tutur ibu Luluk Dwi Kumalasari
Konsep Kekerasan
Pemateri juga menjelaskan bahwa saat ini isu-isu kekerasan dimana secara konsep kekerasan tidak hanya berbentuk fisik namun juga terdapat bentuk lainnya.
“Secara konsep kekerasan tidak hanya berupa tindakan fisik saja namun ada beberapa hal yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan, seperti kekerasan langsung yang mana terlihat dan jelas, kemudian kekerasan struktural yang mana terjadi karena adanya sistem sosial, ekonomi yang membentuknya, dan juga ada kekerasan secara kultural yang mana mengacu pada aspek budaya, kultur dan ideologi yang membentuk.” ujar ibu Luluk Dwi Kumalasari
Kemudian pemateri juga menyampaikan bahwa saat ini banyak kasus terkait kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di area malang. “Saat ini banyak sekali terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan bahkan tidak hanya di lingkup masyarakat namun juga di lingkup kampus dan sekolah.” tutur Miri Pariyas
Melihat hal tersebut, pemateri menambahkan “Saat ini seorang aktivis tidak hanya mengkritik permasalahan tersebut namun juga harus mampu menyikapi hal tersebut bahkan juga diharapkan mampu menanggapi isu kekerasan sebagai langkah awal untuk mengurangi permasalahan kekerasan tersebut.” jelas Miri Pariyas.
Selain itu, nyatanya banyak juga kasus kekerasan yang terjadi tidak hanya pada perempuan namun juga pada laki-laki. Sehingga kekerasan dianggap seolah sebagai budaya di negara kita. Bahkan sangat dianggap hal biasa bagi masyarakat dan cenderung tidak terlalu dipedulikan. Mengingat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi membuat banyaknya peraturan yang dibuat untuk mengurangi tindakan tersebut. Namun meskipun masih banyak peraturan yang telah dibuat nyatanya masih banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat.
Peran IMM dalam Menanggapi Kekerasan Terhadap Perempuan
Timbul berbagai pertanyaan seperti “Mengapa hal tersebut masih bisa terjadi?”, dan juga menunjukkan bahwa sistem masih belum sepenuhnya melindungi masyarakat terkhusus perempuan. Oleh karena itu, melihat hal tersebut perlunya peran kita sebagai aktivis harus paham mengenai kondisi saat ini, serta harus berusaha mengupayakan keadilan dan kesetaraan gender. Selain itu, perlu mengetahui bagaimana penanganan terkait permasalahan kekerasan tersebut.
Adapun salah satu pemateri juga memberikan pesan terhadap kader IMM “Segala bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalah lawan besar gerakan IMM dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader IMM.”
Dari situ menjadi PR besar untuk kader IMM untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang terbentuk oleh lemahnya hukum yang dibentuk oleh sistem.
Penulis Bidang Immawati PC IMM Malang Raya Editor Zahrah Khairani Karim