Kemakmuran sebagai dasar peradaban menurut Ibnu Khaldun disebut “al-Umran”. “Al-Umran” dalam konsep Ibnu Khaldun ialah wujud peradaban berkemajuan yang disebut “al-Hadlarah”. Dalam peradaban Umran manusia hidup menetap dan makmur. Mereka hidup dalam peradaban kota (al-madinah), yang berbeda dari kehidupan Badawah yaitu masyarakat Badawi Arab yang berbasis komunitas dusun dan hidup tertinggal. Kunci meraih peradaban maju “Umran” dan “Hadlarah” menurut Bapak Sosiologi Klasik tersebut tergantung pada manusianya.
Muhammadiyah menuju negeri “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur” menempuhnya dengan dakwah membangun “Khaira Ummah”, yakni masyarakat yang terbaik. Di antara ciri Khaira Ummah ialah “Ummatan Wasatha litakunu Syuhadaa ala al-Nas”, umat tengahan atau moderat yang menjadi saksi sejarah dalam membangun kehidupan berkemajuan.
Masyarakat terbaik menurut Muhammadiyah adalah Masyarakat Utama yang adil-makmur dan diridai Allah, yang dalam tujuan Muhammadiyah disebut “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Adapun ciri Masyarakat Islam yang utama ialah: Berketuhanan dan beragama, Berpersaudaraan, Berakhlak dan beradab, Berhukum syar’i, Berkesejahteraan, Bermusyawarah, Berihsan, Berkemajuan, Berkepemimpinan, dan Berketertiban (Muktamar ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta).
Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam merupakan “Role Model” atau “Eksemplar” dari Masyarakat Utama itu. Muhammadiyah dalam seluruh usahanya sejak berdiri terus berkhidmat untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta untuk menebar segala kebaikan yang utama melalui berbagai amal usaha pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, serta gerakan dakwah pencerahan yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan.
Muhammadiyah melalui seluruh amal usaha dan gerakannya mengaktualisasikan Islam sebagai “Din Al-Hadlarah”, yakni Agama yang membangun peradaban berkemajuan. Gerakan berkemajuan antara lain melahirkan orientasi memakmurkan kehidupan sebagaimana fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi. Kemakmuran itu merupakan salah satu pilar dari peradaban berkemajuan. Demikian halnya melalui gerakan perempuan Aisyiyah sebagai role model “Perempuan Berkemajuan” sejatinya Muhammadiyah dan Aisyiyah menghadirkan gerak berkemajuan untuk memakmurkan kehidupan milik bersama.
Negeri yang makmur dalam pandangan Muhammadiyah penduduknya niscaya beriman-bertakwa, cerdas berilmu, dan beramal saleh untuk kemaslahatan hidup bersama yang rahmatan lil ’alamin. Penduduknya beribadah dan menjalankan fungsi kekhalifahan untuk memakmurkan bumi di semesta raya. Majelis Tarjih dan Tajdid melalui Tafsir At-Tanwir menyebut pandangan dunia berbasis risalah Islam yang demikian sebagai “Kosmologi Al-Quran” dan “Pandangan Dunia yang Afirmatif” atau “Pandangan Afirmatif terhadap Dunia”. Suatu pandangan dunia yang prokehidupan dengan jalan membangun (ishlah) tanpa merusak (fasad fil-ardl) untuk kemakmuran hidup bersama yang dirahmati Tuhan.
Muhammadiyah memiliki komitmen tinggi dalam mewujudkan kemakmuran untuk semua sebagai bagian dari kiprah kebangsaannya sejak berdiri. Dalam poin kelima Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) tahun 1969 ditegaskan, “Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur yang diridai Allah Subhanahu wata`ala: “BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR” (PP Muhammadiyah, 2005).