PWMU.CO – Sabtu (07/12/24) Bagian Pendidikan dan Pengajaran MKWK Universitas Muhammadiyah Malang menggelar Kuliah Sabtu Subuh (KSS) Batch II dengan tema Muhammadiyah Zaman Now: Peranannya Dalam Mendorong Kesetaraan Gender di Masjid AR Fachruddin.
KSS ini mengundang narasumber utama Lailatul Fithriyah Azzakiyah MPdI, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang yang memaparkan bagaimana konsep kesetaraan gender dalam Islam serta kontribusi nyata Muhammadiyah dalam mewujudkan kesetaraan dalam kehidupan.
Kondisi Perempuan Pra Islam
Dalam kuliah ini, mahasiswa diajak untuk memahami perbedaan seks dan gender serta bentuk ketidakdilan sosial yang kerap kali dialami perempuan di luar sana. Laila menjelaskan kondisi perempuan pra Islam sangat menyedihkan. Hampir semua perempuan dalam semua peradaban dunia sebelum Islam mengalami ketidakadilan sosial.
Banyak bayi perempuan dikubur hidup-hidup (An-Nahl: 58-59), dipaksa menikah lalu diceraikan sekehendak hati (Ath-Thalaq: 1-4), dipoligami tanpa batas (An-Nisa’: 3), dicerai dan dirujuk berkali-kali (Al-Baqarah: 229), dan dapat diwariskan (An-Nisa’: 19).
“Setelah Islam datang, pemanusiaan perempuan dijunjung tinggi. Perempuan haram diwarisi (An-Nisa’: 19-21), haram menyengsarakan perempuan, berhak mendapat perlakuan yang baik (Al-Baqarah: 228), dan berhak mendapat mahar yang sempurna (An-Nisa’: 4, 20),” terang Pengasuh Bait al Hikmah Foundation Malang.
Pengalaman Sosial Perempuan
Islam telah melakukan pemanusiaan penuh terhadap perempuan namun praktik-praktik ketidakadilan gender masih sering terjadi. “Ini PR bersama. semua pihak wajib berperan untuk mewujudkan ajaran Islam sebagai rahmat untuk semua orang. Masalah-masalah ini memerlukan perhatian serius dan solusi komprehensif dari semua sektor untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara,” tegas Laila.
Pegiat Rahima ini menguraikan empat pengalaman sosial yang seringkali dialami perempuan, yakni stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda yang seringkali menjadi bagian dari realitas mereka sehari-hari. Menurut Laila, fenomena ini memperburuk kesetaraan gender dan membatasi potensi perempuan untuk berkembang di berbagai bidang.
Risalah Perempuan Berkemajuan
“Muhammadiyah-Aisyiyah secara historis telah banyak berperan penting dalam memajukan iklim kesetaraan gender di Indonesia,” terangnya. Spirit kelahiran Aisyiyah yang dilandasi nilai-nilai dasar Islam tentang kesetaraan dan kemajuan perempuan di tengah-tengah keterbatasan akses perempuan, mendorong dan memberi kesempatan perempuan untuk maju dalam seluruh aspek kehidupan melalui amal nyata.
Dinamika Aisyiyah selama lebih dari satu abad yang digerakkan oleh risalah perempuan berkemajuan yang merepresentasikan gerakan Islam dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid; yakni gerakan perempuan yang berpikiran maju dan berperan aktif dalam seluruh aspek kehidupan; gerakan praksis sosial, gerakan amal usaha; serta berperan dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta.
Dengan begitu, berbagai dokumen pandangan ideologis persyarikatan tentang perempuan yang telah disusun sesuai tuntutan zamannya ini, perlu dikontekstualisasikan dan dikembangkan sejalan dengan kompleksitas kemajuan zaman. Demikian penjelasan Laila.(*)
Penulis Anny Syukriya Editor Zahrah Khairani Karim