Peran Pendakwah
Di samping itu, Ia juga mengatakan bahwa peran dakwah sejati adalah untuk menyatukan, bukan memecah belah dan menjauhkan satu dengan yang lain. Seperti hadits Rasulullah SAW ‘Barang siapa yang tidak mampu memberikan kasih sayang kepada orang lain, maka ia juga tidak akan mendapatkan kasih sayang dari orang lain’. Sebaliknya, setelah kegiatan dakwah tersebut banyak hujatan serta komentar negatif yang berimbas memecah persaudaraan.
“Adapun humor dalam dakwah merupakan salah satu metode untuk menyegarkan suasana atau mendidik dengan konten yang bijak dan tidak menyinggung orang lain. Jangan sampai humor malah menjadi cara menghina orang lain,” ungkapnya.
Meski begitu, respon publik tidak perlu berlebihan kepada penjual es teh. Menurutnya, hal itu malah menciptakan mental peminta-minta. Bahkan kini makin banyak penjual es teh di pengajian-pengajian yang menjajakan dagangannya dengan harapan bisa diborong oleh pendakwah.
Begitupun dengan hujatan-hujatan berlebihan yang mengarah pada Gus Miftah. Kritik dan refleksi diri memang diperlukan agar ke depan bisa lebih baik. Apalagi Gus Miftah juga sudah meminta maaf dan bertanggungjawab atas ucapannya, bahkan mundur dari jabatan utusan presiden.
Terakhir, Agus menegaskan peran kuat refleksi diri setelah berdakwah. Ia juga berharap, dunia dakwah Islam di Indonesia kedepannya semakin maju dengan materi-materi membangun secara berkelanjutan. Kemudian, pemilihan metode atau strategi harus sesuai dengan segmentasi.
“Perlu kita ingat bersama bahwa metode dakwah itu memang penting. Tapi bukan menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan dari buah dakwah itu sendiri. Kesusksesan dakwah dapat dilihat dari efek positif yang dirasakan oleh keduanya (pendakwah dan objek dakwah),” pesannya. (*)
Penulis Hassan Al Wildan Editor Amanat Solikah