Guru Besar Sosiologi Agama UMM, Prof Dr Syamsul Arifin MSi, saat mengisi Kuliah Sabtu Shubuh di Masjid AR Fachruddin UMM, Sabtu (14/12/2024). (Anny Syukriya/PWMU.CO).
PWMU.CO – Di antara usaha Universitas Muhammadiyah Malang melalui Bagian Pendidikan dan Pengajaran MKWK adalah menggiatkan ekosistem pembinaan al Islam Kemuhammadiyahan.
Adapun usaha itu terlaksana melalui Kuliah Sabtu Subuh (KSS) untuk memperkuat dimensi keilmuan, sosial dan spiritual. Demikian ungkapan Prof Dr Syamsul Arifin MSi pada kegiatan Kuliah Sabtu Subuh di Masjid AR Fachruddin, Sabtu (14/12/2024).
Peserta KSS terdiri dari mahasiswa UMM yang sedang menempuh matakuliah AIK II/ Ibadah Muamalah, AIK III/ Kemuhammadiyahan, AIK IV/ Akhlak dan Muamalah.
Model perkuliahan Sabtu Subuh berlangsung secara hybrid, yaitu secara luring di Masjid AR Fachruddin dan daring melalui live streaming channel youtube @aikmkwk. Adapun jumlah peserta KSS daring berjumlah 2.500 dan peserta luring berjumlah 680 mahasiswa.
Pada batch ketiga Kuliah Sabtu Subuh (KSS) ini, BPP MKWK Universitas Muhammadiyah Malang menghadirkan narasumber utama yakni Guru Besar Sosiologi Agama Prof Dr Syamsul Arifin MSi. Tema yang tersampaikan oleh Syamsul adalah tentang Islam Berkemajuan Untuk Gen Z.
Berjama’ah─Berkomunitas Itu Bikin Sehat
Syamsul bercerita saat ia mengenyam pendidikan Strata 1 pada prodi Pendidikan Agama Islam. Sejak duduk di bangku kelas 3 SMP dahulu, ia bercita-cita menjadi seorang guru Agama.
“Dahulu, saya terinspirasi dari buku sejarah pendidikan Islam. Masjid di Madinah yang dibangun Rasulullah sangat multifungsi” ujar Syamsul.
“Tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi (Masjid) juga tempat menimba ilmu. Masjid itu cikal bakal madrasah, cikal bakal pendidikan Islam, tempat mengembangkan ilmu pengetahuan” ucap Wakil Ketua MTT PWM Jatim itu.
Menurut Syamsul, dari Masjid UMM inilah mahasiswa dapat membangun pengalaman keilmuan mereka. Ia menambahkan, selain pengalaman keilmuan, mahasiswa perlu memiliki pengalaman sosial.
Dalam beberapa hal manusia secara fitrah butuh pembiasaan, sebagai misal shalat berjama’ah. Istilah jama’ah menjadi sarana mewujudkan social engagement. Yaitu, sebuah proses berkomunikasi dan keterlibatan dalam komunitas.
“Kegiatan shalat berjama’ah ini penting untuk mewujudkan social engagement. Jadi, punya komunitas, social engagement, dengan berjamaah itu bikin sehat” ungkap Syamsul.
Lanjutnya, berjama’ah merupakan cerminan dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia harus berhubungan dan berintegrasi dengan manusia lainnya.
Sejatinya manusia, mereka tidak bisa hidup sendirian betapapun cakap, pintar dan banyaknya harta yang dimiliki. Berjamaah dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan.
Kesadaran Ilahiah: Puncak Spiritual Hamba
Dalam QS. al Hasyr ayat:18 Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Melalui ayat tersebut, Syamsul mengutip konsep ketakwaan Muhammad Asad dalam karyanya yang berjudul The Message of The Quran.
“Asad menerjemahkan kata taqwa sebagai God’s consciousness (kesadaran ilahiah) dan muttaqin sebagai all the God-conscious (orang-orang yang selalu sadar akan kehadiran Tuhan)” terangnya.
Sehingga, lanjut Syamsul, bertakwa adalah merasakan, menghayati kehadiran Allah di mana pun dan kapan pun berada.
“Kesadaran Ilahiah adalah puncak pengalaman spiritual, dan tidak terwujud secara tiba-tiba. Melalui pembiasaan shalat dapat menjadi sarana menuju kesadaran Ilahiah ini.” tegas Syamsul.
Di samping itu, Syamsul mengenalkan lima karakteristik Islam Berkemajuan dalam Muhammadiyah. Antara lain:
- Pertama; berdasar pada tauhid (al-Mabni ‘ala al-Tauhid),
- kedua; bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah (al -Ruju’ ila al -Qur’an wa al -Sunnah),
- ketiga; menghidupkan ijtihad dan tajdid (Ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid),
- keempat; mengembangkan wastathiyah (Tanmiyat al-Wasathiyah), dan
- kelima; mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (Tahqiq al-Rahmah li al-Alamin).
Dalam kehidupan yang semakin menantang dan kompleks, lanjut Syamsul, penting bagi Gen Z untuk memiliki lima karakteristik tersebut.
“Penting bagi anda memiliki etos muslim yang berkemajuan dan progresif. Basis pertama adalah tauhid selalu optimis kepada Allah. Membangun optimisme dengan pembiasaan shalat” tegas Syamsul.
“Yang kedua; gemar membaca al-Quran. Banyak hal yang bisa kita manfaatkan dari Quran. Ketiga; berwawasan tajdid, critical thinking, yang keempat sikap moderat, dan kelima menebar Islam rahmatan lil alamin” tutupnya.
Penulis Anny Syukriya, Editor Danar Trivasya Fikri