Oleh drh Zainul Muslimin – Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim
PWMU.CO – Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM) adalah dokumen administrasi sah bagi seseorang menjadi anggota Muhammadiyah. Dengan berkesadaran untuk memiliki KTAM, hakekat sesungguhnya juga berkesadaran untuk menunaikan kewajiban sebagai anggota — yang disimbolisasi dengan membayar iuran anggota. Kesadaran itu harus terus melekat pada pemegang KTAM tersebut.
Pertanyaannya kini, apakah setiap yang mengaku sebagai anggota Muhammadiyah sudah memiliki KTAM? Apakah yang sudah memiliki KTAM juga merasa memiliki kewajiban untuk membayar iuran anggota? Atau justru sebaliknya, pemegang KTAM adalah seorang mustahiq yang sudah sepatutnya untuk dibela dan disantuni finansialnya. Karena itulah, database keanggotaan Persyarikatan ini menjadi sangat penting. Melalui database yang baik, maka apapun yang perlu Persyarikatan lakukan menjadi sangat terukur, tepat sasaran & akurat.
Seperti halnya seorang warga negara yang legalitas kependudukannya tercatat melalui kepemilikan kartu tanda penduduk (KTP). Melalui KTP itu pula akan terlacak apakah yang bersangkutan tergolong sebagai seorang yang berkewajiban sebagai pembayar pajak — yang merupakan pondasi penerimaan negara? Atau justru tergolong warga negara yang patut mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari negara.
Implikasi dari kepemilikan KTAM tentunya tidak sekedar berkaitan dengan iuran wajib anggota, tapi juga lebih fundamentalis berkaitan dengan eksistensi organisasi itu sendiri . Melalui kepemilikian KTAM bagi anggotanya, Muhammadiyah akan memiliki database berkaitan dengan jumlah riil anggotanya.
Terlebih lagi Muhammadiyah sebagai organisasi yang ber-tagline modernis berkemajuan, tentu menjadi hal yang aneh jika tidak memiliki database yang akurat berkaitan dengan jumlah anggotanya.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan database tersebut, yaitu ketika berurusan dengan persoalan sosial maupun persoalan politik. Dengan menjadikan demokrasi sebagai sistem legal dalam konstalasi politik di negeri ini, maka jumlah warga negara yang terlibat dalam perhelatan demokrasi merupakan faktor kunci.
Muhammadiyah yang mengklaim sebagai salah satu organisasi bermassa besar di negeri ini tentu perlu memiliki database untuk mengetahui berapa jumlah riil warga Muhammadiyah. Besarnya jumlah warga Muhammadiyah pasti berkorelasi positif dengan posisi tawar Muhammadiyah dalam panggung politik. Karena itu, jumlah anggota Muhammadiyah pun harus jelas, dan kejelasan itu akan terbukti dengan berapa jumlah KTAM yang sudah terbit.
Juga berkaitan dengan persoalan dakwah Muhammadiyah. Para juru dakwah dan mubaligh Muhammadiyah pasti membutuhkan informasi terkait dengan sasaran dakwah. Maksudnya, agar praktik dakwah tersebut mampu menembus sasaran secara tepat. Harapan itu tentu sangat berat dan berpotensi menemui jalan buntu ketika Muhammadiyah tidak memiliki database tentang siapa dan berapa anggota Muhammadiyah. Dakwah di era digital seperti saat ini membutuhkan sasaran yang lebih tepat dan akurat, selain juga sasaran yang lebih luas dengan biaya yang relatif lebih hemat.
Dan tentu masih banyak lagi aspek manfaat yang bisa tergali manakala database terkait jumlah warga Muhammadiyah dengan beragam segmentasi sosialnya. Proses pembuatan KTAM di Jawa Timur sudah lumayan lama berjalan. Ke depan mungkin sudah saatnya memikirkan sesuatu untuk mendayagunakan potensi anggota yang ada, sambil terus melakukan peningkatan kualitas database.
Tetap harus semangat…. Bismillahirrahmanirrahim.
Editor Notonegoro