Tonjolkan Distingsi
Dalam paparannya, Nasrullah mengajak MIM 2 Campurejo tidak berkecil hati meski penampakan madrasahnya kecil dan ada di kampung. Persaingan dengan sesama sekolah Muhammadiyah maupun dengan ormas lain dan sekolah negeri, justru harus membuat madrasah lebih kreatif.
“MIM Campurejo bisa mulai memamerkan alumni-alumninya yang sukses. Alumni ada yang sudah menjadi dokter, ada yang sampai kuliah dan berkeluarga di Jerman, itu layak sekali dijadikan best practice untuk promosi,” kata Nasrullah yang juga Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.
Hampir semua sekolah Muhammadiyah, kata Nasrullah juga dirintis dari kecil dan merangkak dari bawah. Tetapi berkat ketekunan dan kesungguh-sungguhan pengelolanya tak jarang malah melebihi sekolah yang mengandalkan bantuan pemerintah dan sejak berdiri sudah langsung megah dan mewah. Contohnya UMM, yang dirintis dari sebuah gedung bergantian dengan Sekolah Teknik Muhammadiyah. Kini kampus ini sudah naik kelas masuk jajaran universitas terkemuka di Indonesia.
Secara menunjukkan video Melintas Batas: Jas Merah Kampus Putih di channel Youtube https://www.youtube.com/watch?v=Hli1VTgy-64, Nasrullah menceritakan bagaimana membangun brand dari sebuah persona. Madrasah bisa membuat sosok imajiner muridnya yang kemudian dibuat story telling yang menarik.
“Branding melalui persona ini memperkuat imej, menaikkan kelas lembaga,” kata Dewan Pakar Majlis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi (MPID) PWM Jawa Timur ini.
Bagi Nasrullah, rumus sederhana branding sekolah adalah apabila internal public memiliki kebanggaan, dan external public mengaguminya. “Jika internal pride bertemu dengan external admire, maka makin mudah mempromosikan sekolah kita,” katanya.
Dalam sesi tanya jawab, serorang guru mempertanyakan strategi agar promosi sekolah tetap efektif dengan biaya murah mengingat sekolah tidak memiliki cukup dana. Nasrullah mengungkapkan ada tiga D yang harus diperhatikan; diferensiasi, distingsi dan determinasi.