PWMU.CO – Kepergian M Qosimul Ghozy, seorang kader Hizbul Wathan dan pembina Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan yang penuh dedikasi, meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga besar Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan.
Sosok muda yang dikenal sebagai pekerja keras itu wafat pada Kamis (26/12/2024) di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Selain menjadi Wakil Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Hizbul Wathan (HW) Lamongan periode 2023-2028, Qosimul Ghozy juga menjabat sebagai anggota Bidang Humas dan Teknologi Informasi Kwartir Wilayah (Kwarwil) HW Jawa Timur, serta Dewan Sughli Wilayah periode 2016-2023.
Dedikasinya yang tak kenal lelah menjadi teladan bagi banyak orang, termasuk Ketua Kwarwil HW Jawa Timur, Fathurrahim Syuhadi.
Sosok Kader yang Tak Pernah Lelah
Menurut Ketua Kwarwil HW Jatim Fathurrahim Syuhadi, Ustadz Ghozy adalah kader yang istimewa. Ia menyebutnya sebagai “kader ngintil”—julukan bagi mereka yang selalu siap mengikuti berbagai kegiatan dan bersemangat untuk belajar.
“Sejak lulus dari MAM 9 Al Mizan, dia sering tinggal di Babat. Kalau ada kegiatan, dia selalu ikut, meski jarak jauh atau kondisi tidak mendukung. Ghozy adalah pekerja keras yang tidak mudah lelah atau putus asa,” kenang Fathurrahim.
“Ghozy sangat disiplin waktu. Selalu lebih awal kalau akan kegiatan HW, hal ini jarang dimiliki kader lain.”
Keuletan dan semangat Ghozy terlihat dalam berbagai perannya, baik di lingkup Muhammadiyah maupun Hizbul Wathan. Meski masih muda, ia mampu membuktikan kapasitasnya sebagai kader yang berdedikasi tinggi.
Percakapan Terakhir yang Penuh Makna
Fathurrahim juga membagikan percakapan terakhirnya dengan Ghozy, yang terjadi hanya beberapa hari sebelum kepergiannya. Pada Senin (24/12/2024), Fathurrahim bertanya tentang kondisi dan rencana liburan Ghozy.
“Sedang tidak enak badan, Ramanda. Posisi di pondok,” balas Ghozy singkat.
Fathurrahim, yang sudah melihat tanda kelelahan dari aktivitas padat Ghozy, mendoakan kesembuhannya. Ia bahkan menyempatkan bercanda dengan menyarankan Ghozy untuk menikah, mengingat usianya yang sudah menginjak 24 tahun.
“Sudah waktunya menikah, Mas,” tulis Fathurrahim.
Ghozy, dengan kerendahan hati yang khas, menjawab, “Belum, Ramanda. Masih mau berjuang bersama teman-teman.”
Percakapan itu diakhiri dengan dorongan dari Fathurrahim agar Ghozy melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dengan beasiswa, sebuah harapan besar yang sayangnya tak sempat diwujudkan.
Jejak yang Tak Akan Terlupakan
Kepergian Ghozy pada usia muda adalah kehilangan besar bagi keluarga besar Pondok Al Mizan, terutama bagi Kwarwil HW Jawa Timur. Namun, semangat, kerja keras, dan keikhlasannya akan terus dikenang sebagai inspirasi.
“Ghozy adalah bukti bahwa usia muda bukan penghalang untuk memberi kontribusi besar. Ia telah menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keikhlasan yang akan terus hidup di hati kita,” kata Fathurrahim.
Semoga amal dan dedikasi Ustadz Qosimul Ghozy diterima di sisi Allah Swt, dan perjuangannya menjadi teladan bagi generasi muda Muhammadiyah lainnya. Innalillahi wa inna ilaihi rooji’un.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan