PWMU.CO – Banjir di Sidoarjo telah menjadi peristiwa yang hampir selalu terjadi setiap musim hujan. Kabupaten Sidoarjo, yang berbatasan dengan Surabaya, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, dan Selat Madura, dikenal sebagai Kota Delta karena terletak di antara dua sungai besar, yaitu Kali Mas dan Kali Porong, cabang dari Sungai Brantas.
Ahli lingkungan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Syamsudduha Syahrorini ST MT, menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, Sidoarjo pernah dikelilingi oleh lautan. “Dahulu, wilayah ini tidak memiliki rumah atau pedesaan,” jelasnya.
Mengapa Banjir di Sidoarjo Masih Terjadi?
Meskipun telah banyak upaya dilakukan, banjir di Sidoarjo masih menjadi problematika yang berulang. Dr. Syamsudduha, yang akrab disapa Dr. Rini, menyebutkan bahwa intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan air laut pasang sehingga aliran sungai terhambat menuju laut.
“Banyaknya eceng gondok di sungai, kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, saluran drainase yang kurang optimal, dan sedimentasi di beberapa sungai menjadi penyebab utama banjir,” ungkapnya.
Mengutip World Delta Summit 2011, kawasan delta seperti Sidoarjo sangat rentan terhadap banjir dan badai ekstrem akibat perubahan iklim dan pemanasan global.
“Perubahan iklim mengintensifkan siklon tropis, mempercepat kenaikan permukaan laut, dan meningkatkan banjir pesisir,” jelas Dr. Rini. Ia menambahkan bahwa delta sungai cenderung lebih rentan terhadap banjir karena ketinggiannya yang rendah serta kepadatan penduduknya.
Faktor Lain Penyebab Banjir di Sidoarjo
Menurut Dr. Rini, ada beberapa faktor lain yang turut menyebabkan banjir di Sidoarjo, di antaranya:
- Curah hujan yang tinggi.
- Saluran drainase yang kurang optimal.
- Sedimentasi di beberapa sungai.
- Kurangnya upaya rutin membersihkan sungai dari tanaman liar dan sampah.
- Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai.
Sebagai daerah industri, Sidoarjo juga menghadapi tantangan dari limbah industri. Kabupaten ini memiliki banyak pabrik, mulai dari industri tekstil, makanan, minuman, kayu, hingga kertas. Untuk mengatasi masalah limbah, Sidoarjo telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
“Semakin banyak industri, semakin kompleks pula persoalan limbah yang dihadapi,” ujarnya. Limbah padat berdampak pada kualitas tanah, limbah cair memengaruhi kualitas air, dan limbah gas dapat merusak kualitas udara.
Pencemaran udara akibat emisi gas rumah kaca juga memicu perubahan iklim global. Ini meliputi peningkatan suhu rata-rata, perubahan pola cuaca, pencairan es di kutub, dan kenaikan permukaan laut.
Upaya Mengatasi Banjir di Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo telah mengambil langkah untuk mengatasi banjir, seperti membangun saluran drainase sepanjang 1 km dari Geluran ke Suko. Langkah ini merupakan bagian dari program prioritas Sidoarjo 2024 yang menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun, Dr. Rini menekankan bahwa upaya ini perlu diperluas. “Masih diperlukan pembangunan drainase di titik rawan banjir serta evaluasi kapasitas sistem drainase secara hidrologis, termasuk analisis intensitas hujan dan debit limpasan,” jelasnya.
Dengan langkah-langkah yang lebih terintegrasi dan kesadaran masyarakat yang meningkat, diharapkan masalah banjir di Sidoarjo dapat diminimalkan di masa depan. (*)
Penulis Romadhona S Editor Wildan Nanda Rahmatullah