PWMU.CO – Jagat media sosial (medsos) heboh gara-gara munculnya kebijakan pemerintah tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan itu berlaku mulai 1 Januari 2025. Seperti dugaan dari banyak pengamat ekonomi maupun akademisi, kebijakan itu pasti memunculkan polemik di masyarakat. Utamanya pada level masyarakat dengan kekuatan ekonomi menengah kebawah.
Mencermati hal itu, pakar perpajakan sekaligus Koordinator Tax Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jember Achmad Syahfrudin Zulkarnaeni SE MM pun turut berkomentar.
Menurut Syahfrudin, masyarakat perlu memahami lebih dalam tentang konsep pajak. Ia menjelaskan bahwa pajak itu bersifat memaksa dan hasil dari penarikan pajak digunakan oleh negara untuk pengembangan, stabilisasi ekonomi serta pembangunan infrastruktur.
“Pajak itu sebagai tulang punggung negara dan sebagai salah satu sumber dana APBN,” ungkapnya.
Sebagaimana telah pemerintah nyatakan bahwa kenaikan PPN berfungsi untuk menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan mendukung program sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar, beasiswa kuliah, subsidi, dan program kerja lainnya.
Namun, Syahfrudin juga menyarankan agar pemerintah lebih realistis dalam menetapkan kebijakan. Ia mencontohkan Malaysia yang pernah menurunkan PPN saat menghadapi masalah kenaikan PPN pada sektor ekspor. “Pada akhirnya pemerintah perlu memastikan untuk tidak memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Harus benar-benar dikaji dan tidak terburu-buru,” tegasnya.
Pada sisi lain, Syahfrudin juga mengimbau agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola pengeluaran. Menurutnya, kebijakan ini tidak harus mengurangi daya beli, tetapi masyarakat perlu membedakan kebutuhan dan keinginan serta mulai berinvestasi untuk jangka panjang.
“Saya rasa masyarakat harus lebih pintar dalam membelanjakan uang untuk memenuhi kebutuhannya,” ujarnya.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kebijakan kenaikan PPN bertujuan untuk menjaga stabilitas pendapatan negara, mengurangi defisit anggaran, dan meningkatkan penerimaan negara. Meski demikian, Syahfrudin berharap pemerintah lebih bijak dalam mengambil keputusan dan mengutamakan kajian yang mendalam.
“Yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat menengah ke bawah. Maka, pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan ini dengan cermat agar risiko dapat diminimalkan,” pungkasnya.(*)
Penulis Asfik Alfain Editor Notonegoro