Oleh M Ainul Yaqin Ahsan MPd – PRM Kadungrembug
PWMU.CO – Runtuhnya rezim keluarga Al-Assad di Suriah — yang mulai dari Hafiz Al-Assad hingga putranya Basyar Al-Assad —, menjadi cermin berakhirnya tirani yang berlangsung selama lebih dari enam dekade. Maka momentum ini tidak sekedar sebagai kemenangan rakyat Suriah. Tetapi juga sebagai sinyal kepada para pemimpin di Timur Tengah bahwa kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat tidak akan bertahan lama.
Karena itu dalam konteks sejarah dan kondisi geopolitik terkini, peristiwa ini menjadi peringatan bagi seluruh umat manusia tentang pentingnya nilai perjuangan, keadilan, dan kemanusiaan.
Kejatuhan Kekuasaan Keluarga Al-Assad
Hafiz Al-Assad, yang memimpin Suriah dari tahun 1971 hingga 2000, merupakan pemimpin yang otoriter. Rezim ini tercoreng oleh serangkaian pembantaian brutal terhadap rakyatnya sendiri. Salah satu insiden paling terkenal adalah pembantaian pada 1982 di Hama. 60.000 hingga 70.000 jiwa kehilangan menjadi korban kekejaman rezim. Selanjutnya Hafiz digantikan putranya, Basyar Al-Assad dengan pola pemerintahan yang sama hingga akhirnya tumbang pada Desember 2024.
Selama 24 tahun pemerintahannya, Suriah menjadi saksi berbagai tragedi kemanusiaan, termasuk konflik berkepanjangan yang menyebabkan jutaan warga mengungsi ke berbagai negara. Runtuhnya rezim ini terjadi setelah perjuangan panjang selama 13 tahun, karena perlawanan rakyat Suriah yang menuntut keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia.
Akhir dari dinasti Al-Assad tidak hanya menjadi simbol kemenangan rakyat, tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan pemimpin Timur Tengah lainnya. Kekhawatiran muncul bahwa nasib serupa dapat menimpa mereka jika gagal memenuhi aspirasi rakyat.
Implikasi bagi Timur Tengah
Runtuhnya kekuasaan Al-Assad menjadi sinyal awal perubahan besar di kawasan Timur Tengah. Para pemimpin di wilayah ini menyadari bahwa kekuasaan absolut dan penindasan terhadap rakyat tidak lagi dapat menjadi model pada era modern yang semakin transparan. Meningkatnya kesadaran rakyat atas hak-haknya dan kegagalan para pemimpin untuk memenuhi tuntutan mengakibatkan hilangnya legitimasi kekuasaan mereka.
Otoritarian kekuasaan dapat kita lihat pada negara-negara seperti Mesir, Arab Saudi, dan Iran. Rakyat pada kawasan tersebut telah menunjukkan kemampuan mereka untuk bersatu melawan rezim penindas. Mungkin kita perlu mengingat Kembali peristiwa Arab Spring 2011.
Karena itu, banyak penghalang untuk terjadinya revolusi di Timur Tengah, keberhasilan rakyat Suriah menumbangkan rezim penguasanya menjadi sinyal kuat bahwa keteguhan dan persatuan dapat membawa perubahan nyata.
Runtuhnya rezim Al-Assad juga memberikan harapan baru bagi Palestina yang selama beberapa dekade telah berjuang melawan pendudukan Israel. Rakyat Palestina dapat mengambil pelajaran dari kegigihan dan persatuan rakyat Suriah dalam menghadapi rezim represif. Meskipun jalan menuju kebebasan dan kemerdekaan penuh dengan tantangan, pengalaman menunjukkan bahwa keberanian dan solidaritas adalah kunci untuk mencapai tujuan besar.
Pada sisi yang lain, tentunya keberhasilan perjuangan Palestina harus mendapat dukungan internasional secara lebih konsisten. Komunitas internasional harus memetik Pelajaran dari kegagalannya dalam menangani krisis Suriah. Konflik yang berlarut-larut telah menimbulkan penderitaan besar. Karena itu, dukungan politik, ekonomi, dan diplomatik terhadap Palestina harus lebih tegas.
Data Terbaru tentang Dampak Revolusi Suriah
Laporan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyebut bahwa sekitar 6,8 juta rakyat Suriah masih menjadi pengungsi akibat konflik berkepanjangan. Sebagian besar pengungsi ini kini berupaya kembali ke tanah air mereka pasca runtuhnya rezim Al-Assad. Pemerintahan sementara Suriah pun memulai upaya rekonstruksi. Meski sejumlah tantangan besar masih belum terselesaikan, termasuk diantaranya pemulihan infrastruktur, pemberantasan korupsi, dan penciptaan stabilitas politik.
Pada sisi lain, Rusia yang memberikan suaka politik kepada Basyar Al-Assad terus memainkan peran penting dalam dinamika politik Timur Tengah. Langkah Rusia ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa memberikan perlindungan kepada pemimpin tertuduh sebagai pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan hanya akan memperburuk situasi global.
Pelajaran bagi Umat Islam
Sebagai umat Islam, peristiwa di Suriah mengajarkan kita tentang pentingnya persatuan dan kepemimpinan yang adil. Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang menindas. Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, salah satu pemimpin besar dalam sejarah Islam telah menjadi teladan. Beliau terkenal sebagai pemimpin yang adil, rendah hati, dan selalu mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi.
Runtuhnya rezim Al-Assad juga menjadi pengingat bahwa kesewenang-wenangan akan berakhir dengan kehancuran. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).
Rakyat Suriah telah menunjukkan bahwa perubahan besar harus bermula dari diri sendiri, melalui perjuangan tanpa henti melawan ketidakadilan. Runtuhnya rezim Al-Assad adalah kemenangan besar rakyat Suriah dan merupakan pelajaran penting bagi para penguasa Timur Tengah lainnya.
Bagi para pemimpin umat, peristiwa Suriah dapat menjadi pengingat untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan, persatuan, dan kemanusiaan. Dengan memahami sejarah dan belajar dari kesalahan masa lalu, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik. Tidak hanya untuk Suriah dan Palestina, tetapi juga untuk seluruh dunia Islam.
Editor Notonegoro