PWMU.CO – Desa Sumurgeneng di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur sempat menjadi sorotan karena warganya yang tiba-tiba menjadi miliarder setelah menerima uang ganti rugi dari Pertamina yang membangun kilang minyak di lahan milik mereka.
Dilansir dari web um-surabaya.ac.id, tiga tahun setelah menjadi viral, kondisi Desa Sumurgeneng berubah secara signifikan. Warga yang dulunya menjadi miliarder kini banyak yang harus menjual ternak untuk bertahan hidup. Uang ganti rugi miliaran rupiah yang mereka terima ternyata sudah habis, sehingga banyak dari mereka terpaksa menjual ternak demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Arin Setyowati, Pakar Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menyatakan bahwa salah satu penyebab utama masalah ini adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan warga. Dengan jumlah uang yang begitu besar, mayoritas warga lebih mengutamakan gaya hidup konsumtif daripada menggunakan dana tersebut untuk investasi yang produktif.
Menurut Arin, data dari survei di wilayah tersebut mengungkapkan bahwa lebih dari 70% uang kompensasi telah habis dalam waktu kurang dari dua tahun.
“Situasi tersebut diperparah dengan tantangan ekonomi yang lebih luas, seperti inflasi dan meningkatnya biaya hidup, yang semakin menyulitkan warga dalam menjaga stabilitas finansial,” jelas Arin Rabu (08/01/2025).
Kampung Miliarder
Ia menjelaskan bahwa hal ini juga terjadi karena tanah yang dijual tidak digantikan dengan aset lain yang dapat menghasilkan pendapatan berkelanjutan, seperti bisnis atau investasi properti. Tanpa aset yang memberikan penghasilan produktif, dana tersebut akan cepat habis.
Arin juga menambahkan bahwa tantangan lain yang dihadapi adalah kurangnya pendampingan dari pemerintah atau pihak yang terlibat dalam proses pembebasan lahan. Tidak ada program edukasi keuangan yang ditawarkan untuk membantu warga dalam merencanakan penggunaan uang mereka dengan bijak.
“Hal ini mengakibatkan sebagian besar dari mereka tidak memiliki pemahaman tentang pentingnya diversifikasi investasi atau pengelolaan keuangan untuk kebutuhan jangka panjang,” tambahnya.
Sebagai perbandingan, di daerah lain yang mengalami pembebasan lahan serupa, pendampingan seperti pelatihan kewirausahaan sering kali menjadi faktor utama keberhasilan masyarakat dalam mengelola kekayaan mendadak mereka. Dengan demikian, program pelatihan kewirausahaan, pengelolaan investasi, dan pengembangan aset produktif seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kompensasi tersebut.
“Sehingga masyarakat menjadi terdidik dan dapat beranjak dari jebakan kemiskinan di masa depan, menjadi peluang untuk menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan,” tutupnya. (*)
Penulis Amanat Solikah Editor Azrohal Hasan