Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr Fajar Riza Ul Haq, turut menyampaikan pentingnya peran sekolah dalam menjaga lingkungan. Menurutnya, buku ini adalah kontribusi signifikan dalam membangun kesadaran ekologis di sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak.
“Anak-anak perlu lebih mengenal persoalan kehidupan yang mengancam eksistensi, sehingga mereka memiliki kesadaran berkelanjutan dan mampu menempatkan diri sebagai khalifah yang memakmurkan serta melestarikan sumber daya alam,” jelasnya. Dr. Fajar juga mengingatkan bahwa perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata, seperti banjir di Abu Dhabi dan cuaca ekstrem yang mengganggu pelaksanaan ibadah haji.
“Anak-anak harus dikenalkan dengan dampak negatif pemanasan global agar mereka memahami dan mengambil peran dalam mitigasi serta adaptasi,” tambahnya.
Prayoga Rendra Vendiktama, Penelaah Teknis Kebijakan di Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, menyoroti pentingnya pendidikan iklim. “Pendidikan iklim bertujuan untuk memahami isu perubahan iklim, melakukan aksi nyata berupa adaptasi dan mitigasi, serta berbagi pengetahuan untuk menggerakkan keluarga dan komunitas,” paparnya.
Andina Novita Tas’ang, Ketua Tim Kerja Pengurangan Emisi GRK Sektor Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, menyoroti peran ibu-ibu dalam pengelolaan sampah rumah tangga. “Sampah makanan masih menjadi kategori terbesar. Jika tidak dikelola dengan baik, dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim,” jelasnya. Ia mengajak masyarakat untuk memulai kebiasaan memilah sampah dari rumah serta membiasakan gaya hidup minim sampah.
Rahmawati Husein, Ketua LLHPB PP Aisyiyah, menekankan pentingnya Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dalam menciptakan ketangguhan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, sepuluh tahun terakhir, perubahan iklim meningkatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
“Ketangguhan di sekolah harus dibangun untuk melindungi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan lainnya dari risiko bencana,” ungkapnya.
Fitniwilis, Ketua Majelis PAUD Dasmen PP Aisyiyah, menegaskan bahwa mengubah perilaku bukanlah pekerjaan mudah. “Untuk membangun kebiasaan baru, diperlukan kerja bersama seluruh warga sekolah. Program harus diarahkan untuk membangun kesadaran dan aktivitas yang arif terhadap lingkungan,” jelasnya. Beberapa kegiatan yang direkomendasikan di sekolah antara lain: menanam pohon, memilah sampah, hemat energi, dan daur ulang sampah.
Amalia Nur Milla dan Dyah Lyesmaya, perwakilan tim penulis buku, menjelaskan tentang isi buku dan cara implementasi Islamic Green School. “Buku ini mengintegrasikan nilai-nilai ideologi Muhammadiyah yang bersumber dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah,” ungkap Amalia. Dyah menambahkan bahwa langkah awal implementasi adalah melakukan penilaian awal sekolah, membentuk tim green school, dan menyusun rencana aksi lingkungan.
Sebagai penutup, Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, menegaskan bahwa Islamic Green School harus diwujudkan melalui aksi nyata. “Kita butuh inovasi yang dimulai dari obrolan kecil hingga menjadi gerakan besar. Pola asuh, gaya hidup hijau, dan keterlibatan masyarakat sekitar sekolah adalah kunci keberhasilan,” ujarnya.