PWMU.CO – Pada hari ketiga Pelatihan Paralegal Dasar, Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur menghadirkan Posbakum Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur sebagai narasumber untuk berbagi wawasan tentang pendampingan hukum bagi korban kekerasan. Acara yang berlangsung di Namira Syariah Hotel Surabaya ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan dan anak, Sabtu (11/01/2025).
Ketua Posbakum PWA Jawa Timur Nanik Widya Kusuma yang hadir sebagai narasumber menjelaskan pentingnya pendampingan berbasis pemberdayaan.
“Sejatinya pendampingan bukan sekadar advokasi, tetapi juga membangun keberdayaan korban agar mampu membuat keputusan terbaik bagi diri mereka,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Widya—sapaan akrabnya, Posbakum PWA Jawa Timur turut mengupayakan penyelesaian sengketa alternatif sebagai jalan keluar yang lebih cepat dan inklusif.
Menurut data Posbakum PWA Jawa Timur, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur kian meningkat, meliputi kekerasan fisik, seksual, psikologis, hingga ekonomi. Untuk menjawab tantangan tersebut, Posbakum PWA Jawa Timur menawarkan layanan konsultasi hukum yang mudah diakses melalui mekanisme satu pintu.
“Kami berkomitmen memastikan masyarakat, khususnya kelompok rentan, mendapatkan hak hukum dan keadilan yang layak,” paparnya.
Didirikan pada 2021, Posbakum PWA Jawa Timur telah menjadi pendamping tepercaya bagi kaum marginal. Tidak hanya menangani kasus litigasi, organisasi ini juga menginisiasi penyuluhan hukum di berbagai komunitas. Penutupan pelatihan ditandai dengan penekanan pada pentingnya menjaga kerahasiaan korban dan melibatkan dukungan psikologis dalam setiap proses pendampingan.
Pendampingan, menurutnya, merupakan seni membangun empati dan keberpihakan. Melalui pendekatan egaliter, para pendamping dilatih untuk menjadi telinga, hati, dan kekuatan bagi korban. Dengan menjaga kerahasiaan dan menghormati hak korban, mereka mengutamakan konsensus dalam setiap langkah advokasi.
Layanan konsultasi gratis yang menjangkau berbagai kalangan menunjukkan komitmen besar untuk keadilan sosial. Lebih dari sekadar hukum, pendampingan seharusnya juga mengajarkan bagaimana empati dan solidaritas bisa menjadi alat transformasi. (*)
Penulis Hervina Emzulia Editor Amanat Solikah