Gen z Memiliki Ekspetasi Tinggi
Persoalan lain terkait kasus ini adalah soal ekspektasi yang tidak realistis tentang jenis pekerjaan, gaji, dan kondisi kerja. Banyak Gen Z memiliki harapan tinggi terhadap posisi yang diinginkan, termasuk gaji besar, fleksibilitas, dan lingkungan kerja yang nyaman, tetapi seringkali realitas pasar tidak memenuhi harapan tersebut.
“Akibatnya, banyak dari Gen Z merasa terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka, sehingga menyebabkan ketidakpuasan dan keinginan untuk keluar dari perusahaan mereka bekerja,” tegas Radius lagi.
Padahal ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan ini dapat menghambat pencarian kerja dan meningkatkan angka pengangguran di kalangan Gen Z.
Kata Radius, perubahan adalah suatu keniscayaan di tengah arus digital yang serba cepat. Sudah seharusnya juga perubahan-perubahan ini mungkin perlahan diterapkan di tempat kerja.
“Artinya ketika ketika Generazi Z diharuskan beradaptasi dengan standar profesional di perusahaan, para pemimpin senior juga harus menghargai bahwa gaya bahasa dan kebutuhan karyawan berubah seiring berjalannya waktu,” katanya.
Selanjutnya yang tidak kalah penting, faktor kelas ekonomi, gender, ras, dan agama. Sejumlah hal ini sering kali luput, ketika membicarakan hambatan Gen Z dalam mendapatkan pekerjaan.
Faktanya, masih banyak perempuan yang cenderung sulit berpartisipasi dalam dunia kerja. Penyebabnya adalah minimnya kesempatan kerja yang berkaitan dengan stereotip gender, dan kerja perawatan yang enggak dipandang sebagai pekerjaan.
Terakhir Radius memberikan beberapa rekomendasi pekerjaan yang cocok untuk Gen Z seperti conten creator, media sosial specialist, enterpreuner, designer, fotografer, videographer, data scientist dan conten writer.
“Beberapa rekomendasi ini mungkin cocok untuk Gen Z karena bisa dilakukan dimana saja atau istilahnya Work from Anywhere,” pungkasnya. (*)
Penulis Uswah Sahal Editor Amanat Solikah