
Oleh: Dr Dian Berkah SHI MHI (Dosen UM Surabaya, Sekretaris MTT PWM Jatim dan Founder Waris Center)
Pertanyaan
Begini ustad saya 3 bersaudara masing-masing dibelikan rumah yang nomor 2 dibelikan perumahan yang nomor 3 dibelikan terus dibangunkan rumah. Rumah keprabon dikasihkan saya terus bapak menikah lagi setelah ibu meninggal. Bapak beli rumah lagi sama istri barunya setelah bapak meninggal rumah dijual sama istrinya saya sama adik-adik dah gak ngutik-ngutip ustad. Karena saya tinggal dirumah keprabon apa saya harus berbagi dengan adik-adik ustad. Bagaimana ustad agar semuanya bisa sesuai dengan hukum waris Islam?
Jawaban:
PWMU.CO- Alhamdulillah dan terima kasih atas pertanyaan warisnya. Semoga langkah ini menjadi amal shaleh dan ilmu yang bermanfaat untuk kita semuanya.
Berbicara pembagian (distribusi) harta waris. Ya, berbicara harta milik si mayit (pewaris). Harta milik si mayit bisa bersumber dari harta yang dibawa si mayit sebelum menikah. Harta milik si mayit juga bisa bersumber dari harta bersama antara si mayit dengan suami atau istri. Jika tidak ada perjanjian perkawinan tentang harta bersama. Si mayit mendapatkan bagian separuh dari harta bersama. Separuhnya lagi diberikan kepada istri atau suami si mayit. Separuh bagian milik si mayit itu yang menjadi harta waris si mayit.
Berdasarkan pertanyaan yang disampaikan. Pasca istri pertama meninggal, si mayit menikah kembali dengan istri yang kedua. Berdasarkan informasi bapak (si mayit) membeli rumah bersama istri yang keduanya. Sebagai catatan, perlu dipastikan kembali, apakah bapak membeli rumah sebelum atau setelah menikah dengan istri kedua? Keterangan tersebut sangat penting untuk memastikan harta bersama antara bapak dengan istri keduanya.
Jika ada keterangan bahwa bapak membeli rumah tersebut setelah menikah. Maka, rumah tersebut berstatus harta bersama. Namun sebaliknya, jika dibeli oleh si mayit sebelum menikah. Maka, rumah tersebut berstatus harta bawaan si mayit.
Lalu, di mana pentingnya memahami status rumah tersebut, harta bersama atau harta bawaan? Tidak lain, karena berhubungan dengan keadilan distribusi kepada istri dan anak-anak si mayit. Dalam harta bersama, rumah tersebut menjadi milik berdua. Istri berhak mendapatkan separuh dari harta bersama tersebut karena status perkawinannya. separuh lainnya untuk suami. Karena suami meninggal, nilai separuh tersebut menjadi harta waris. Istri juga berhak mendapat 1/8 dari harta waris yang bersumber dari separuh harta bersama si mayit. Berbeda dengan harta bawaan. Rumah tersebut secara otomatis menjadi harta waris si mayit. Istri si mayit hanya berhak 1/8 dari harta waris i mayit. Sisanya 7/8 harta waris diberikan kepada anak-anaknya.
Kewarisan dalam Islam, sifatnya buka menunggu atau pasrah. Jika diberi diterima, jika tidak ya sudah biar saja. Kewarisan dalam Islam, ketika si mayit meninggalkan harta waris, sedikit maupun banyak, diberikan kepada ahli warisnya, baik laki maupun perempuan. Harta warisnya diberikan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Allah, yaitu Hukum waris Islam. Ketentuan ini berdasarkan surat al Nisa ayat 7.
Secara khusus, rumah yang sudah diberikan kepada anak-anak si mayit ketika masih hidup hukumnya boleh. Dalam kajian keuangan Islam, itu namanya hibah. Tentu, hibah harus memenuhi ketentuan. satu di antaranya adalah tidak melebihi 1/3 dari harta yang dimiliki oleh si mayit. Terlebih ada istilah rumah induk yang dipercayakan kepada salah satu anak dari si mayit. Karena itu, harus dipastikan, dipercayakan itu diberikan kepada anaknya atau hanya ditempati dan dikelola.
Karena itu, untuk menjadi kehati-hatian. Alangkah baiknya untuk menyempurnakan bagian waris orang tua sesuai dengan hukum waris Islam. Karena berdasarkan pengalaman dalam masyarakat, memang ada kebiasaan orang tua yang sudah membagi harta kepada anak-anaknya sebelum meninggal dunia. Dengan harapan anak-anaknya tidak ribut harta dikemudian hari, ketika ong tuanya mennggal dunia.
Berdasarkan data yang ada, sudah dipastikan harta si mayit belum dibagi menurut waris Islam. Hal ini bisa terjadi, karena ahli waris mengira hartanya bapak sudah habis dan dibagi-bagi kepada anaknya ketika masih hidup.
Disinilah yang harus menjadi pelajaran bagi kita semuanya. Siapa pun boleh membagi harta yang dimilikinya, baik dengan hibah, zakat, infak, shadaqah, wakaf, wasiat, harus memperhatikan ketentuan dan syarat yang berlaku dalam Islam. Apalagi waris, pemiliknya sudah meninggal, karena itulah Allah memberikan petunjuknya dalam hukum waris Islam agar para ahli waris tunduk dan patuh ketika membagi harta warisnya sesuai dengan ketentuan Allah.
Dalam perihal waris, Allah menggunakan kata kerja wasiat yang sedang berlangsung “yushikum Allah fi awladikum”, sebagaimana yang termaktub dalam surat al Nisa ayat 11. Di sinilah yang mensiratkan bahwa hukum waris Islam itu wajib. Apalagi dalam surat al Nisa ayat 13, waris ini hubungannya dengan surga, bagi siapa yang taat dan menggunakan hukum waris Islam. Sebaliknya, waris behubungan dengan neraka, bagi siapa yang enggan dan tidak mau menggunakan hukum waris Islam (surat al Nisa ayat 14).
Atas dasar itu, jika memang masih ada harta milik si mayit. Ahli warisnya pun menyadari bahwa harta tersebut adalah milik si mayit. Sudah sepantasnya untuk dibagi berdasarkan hukum waris Islam.
Memang terkadang ini menjadi sulit dan berat. Sekiranya masih bisa dimusyawarahkan kepada ahli warisnya yang ada. Rumah utama dan rumah si mayit yang dibeli oleh si mayit dengan istri yang kedua di sana ada harta waris si mayit. Jika memang anak-anak si mayit, sudah mengetahui bahwa itu ada harta waris yang menjadi miliknya, kemudian mereka mengikhlaskan dengan melepas bagian haknya itu tidaklah masalah. Karena dalam waris Islam, ada kaidah tanazul an al haq (kaidah melepas hak yang sudah diterima dan diberikan kepada orang lain).
Bagaimana dengan rumah induk? ibu yang mengetahui secara langsung. Adakah ahli waris yang sudah mengikhlaskan kalau rumah tersebut, sekalipun ada harta waris, diberikan sepenuhkan kepada ibu, karena ahli waris sudah melepas haknya.
Alhamdulillah, jika ada anak laki-laki si mayit, maka saudara kandung si mayit tertutup. Artinya harta waris si mayit selain diberikan kepada istrinya dengan nilai 1/8. Sisanya 7/8 diberikan kepada anak-anak si mayit. Karena anak si mayit ada laki dan perempuan. Wajib hukumnya mengikuti ketentuan 2 bagian untuk anak laki dan satu bagian untuk anak perempuan.
Di sinilah, dalam menjelaskan kasus waris tidak semuanya bisa dijawab dengan singkat. karena saya harus memverifikasi pewaris, memverifikasi harta warisnya, dan memverfikasi ahli warisnya
Demikian penjelasan sebagai jawaban dari pertanyaan waris yang disampaikan. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat, Aamiin. (*)
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan