PWMU.CO – Penghimpunan dana zakat, infak, dan shadaqah (ZIS) yang dilakukan Lazismu selama ini hanya terfokus kepada warga Muhammadiyah.
“Langkah ini tidak tepat. Karena, untuk mendapatkan hasil yang maksimal kita perlu move on atau bergerak ke luar.”
Demikian pernyataan Sabar Waluyo, Ketua Badan Eksekutif Lazismu Banyumas, Jateng, saat menjadi pembicara tamu dalam Rakorda Lazismu dan LPCR Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik di Gedung Dakwah Muhammadiyah, (5/11/17).
“Berapa sih jumlah warga Muhammadiyah di Jawa Timur. Kira-kira tidak sampai 10 persen. Katakanlah 7 persen. Jadi warga di luar Muhammadiyah mencapai 93 persen. Sedangkan kompetitor lembaga zakat nasional lain, yang kurang lebih ada 5, kalau dibagi rata maka masing-masing akan dapat 18 persen,” kata dia.
Jadi kesimpulannya, kata Sabar, mengapa kita masih berkutat dalam lingkaran yang 7 persen itu? “Kok tidak mencari yang 18 persen saja,” katanya dengan mimik serius.
Dalam acara yang bertema “Menjadikan Lazismu Gresik Menjadi Laznas Terbaik” itu Sabar menyampaikan, keberadaan Lazismu selama ini telah menjaga jarak dengan masyarakat yang lain. “Kita ini eksklusif. Memprioritaskan warga Muhammadiyah sedang yang lain tidak. Ini langkah yang perlu diluruskan,” cetus Sabar, yang membuat peserta Rakorda sedikit tersentak.
“Dana zakat yang dihimpun Lazismu bukan milik Muhammadiyah tetapi milik umat,” ulas Sabar meyakinkan peserta. Sehingga, lanjutnya, dalam penyalurannya kita tidak mengkotak-kotakan ini warga Muhammadiyah atau bukan. Dengan begitu kita bisa meraih simpati dari masyarakat luas
Di samping itu, ujarnya, dalam meraih kepercayaan masyarakat perlu transparansi dalam melaporkan keuangan. Dengan begitu mereka percaya untuk menitipkan dana zakat dan infak pada kita.
“Pada awal saya memegang Lazismu Banyumas, saldo awalnya kecil sekali. Semakin bertambah kepercayaan masyarakat pada kita, maka sekarang dana yang terhimpun telah mencapai Rp 1 M lebih,” ujar pria yang mengantarkan Lazismu Banyumas mendapatkan penghargaan tingkat nasional, sebagai lembaga yang memperoleh dana ZIS terbanyak.
Sabar juga menekankan pentingnya penampilan petugas zakat. “Seorang amil harus rapi. Dalam memjalankan tugas selalu pakai parfum dan berpakaian rapi. Agar selalu harum dan tidak kumus-kumus. Dan yang Perempuan, minimal harus pakai deodoran,” nasehatnya, yang diiringi senyum kecil para peserta.
Selain penampilan fisik. juga harus dibekali ilmu yang memadai. “Minimal wajib menguasai ayat-ayat Alquran yang menjelaskan perihal Zakat. Kan lucu jika sebagai amil zakat di lapangan tidak paham dalilnya,” Sabar menasehati.
Yang tak kalah pentingnya, kata Sabar, di samping kemampuan itu seorang amil juga harus berbekal ilmu manajemen yang baik. “Allah tidak akan menambahkan kepercayaan yang lebih besar pada kitai jika kita tidak bisa mengermbangkan uang yang kita terima,” ujarnya.
Sabar pun bercerita, dulu hanya memegang uang sebesar Rp 4,5 juta. “Karena bisa mengelola dan mengembangkan dengan baik maka sekarang saya diamanahi memegang uang yang lebih besar. Nilainya sekarang lebih dari Rp 1 M,” cerita Sabar. (Zaidun)