
PWMU.CO – Krisis lingkungan yang semakin mengkhawatirkan membutuhkan solusi yang inklusif dan berbasis kolaborasi. Menyikapi hal ini, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan The Foreign, Commonwealth, and Development Office of the UK Government (FCDO) menggelar Forum Grup Diskusi (FGD) bertema “Konsultasi tentang Kerja-kerja Advokasi dalam Keterlibatan Keagamaan dan Lintas Iman untuk Mitigasi dan Pengelolaan Risiko Lingkungan.” Acara yang diadakan secara daring pada Kamis (13/3/2025) ini merupakan bagian dari Program Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development Initiative/LCDI) Fase 2, yang diinisiasi oleh Oxford Policy Management Limited (OPML) dan Eco Bhinneka Muhammadiyah.
FGD ini menjadi ajang untuk merumuskan strategi efektif dalam memperkuat kerja sama antarumat beragama, sekaligus menegaskan peran penting generasi muda dalam mitigasi risiko lingkungan. Sebagai pewaris bumi di masa depan, partisipasi mereka dinilai krusial dalam menciptakan perubahan berkelanjutan.
Peran Generasi Muda dalam Keadilan Lingkungan
Parid Ridwanuddin dari Eco Bhinneka Muhammadiyah dan GreenFaith Indonesia menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam mengatasi krisis lingkungan. Ia mengutip survei UNDP 2022 yang menunjukkan bahwa kelompok usia 0-35 tahun memiliki kepedulian tinggi terhadap isu lingkungan dan mendesak pemerintah untuk segera bertindak. Sebaliknya, kelompok usia di atas 36 tahun cenderung kurang peduli terhadap krisis ini.
Parid menyoroti ketimpangan antargenerasi akibat kelalaian dalam pengelolaan lingkungan. “Generasi mendatang berhak atas bumi yang sehat. Kita harus mewariskan mata air, bukan air mata,” ujarnya. Ia juga menegaskan pentingnya memberikan ruang bagi generasi muda dalam perumusan kebijakan publik, mengingat bencana alam seperti banjir dan longsor terus terjadi akibat kurangnya perubahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan.
Sebagai pemantik diskusi, Al Bawi, pegiat lingkungan dari Kalimantan Selatan, berbagi pengalaman dalam gerakan Save Meratus. Kawasan Meratus yang kaya akan keanekaragaman hayati menghadapi ancaman deforestasi, pertambangan, dan perubahan iklim. Melalui kolaborasi lintas agama, Muhammadiyah telah membentuk kader peduli lingkungan, memperkuat kapasitas advokasi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian Meratus.
“Kolaborasi lintas agama dan partisipasi masyarakat adalah kunci dalam menghadapi krisis lingkungan,” kata Al Bawi. Ia berharap gerakan ini dapat menginspirasi inisiatif serupa di berbagai daerah, dengan generasi muda sebagai agen perubahan yang membawa dampak positif bagi lingkungan.
Peran Strategis Lembaga Keagamaan
Ara Kusuma, Youth Work Manager and Integration Ashoka, menegaskan bahwa lembaga keagamaan memiliki peran penting dalam pelestarian lingkungan melalui edukasi, aksi nyata, dan advokasi kebijakan. Ia mencontohkan inisiatif seperti penghijauan, pengelolaan sampah, dan kampanye kesadaran lingkungan yang dapat digerakkan oleh komunitas berbasis agama, terutama anak muda.
“Mari kita mulai perubahan dari hal-hal sederhana dan mengajak lebih banyak orang untuk berkontribusi sebagai pembuat perubahan (change maker),” ajaknya.
Keberagaman sebagai Kekuatan
Aldi Destian Satya dari Komunitas Pemuda Agama Konghucu menekankan bahwa keberagaman budaya Indonesia adalah kekayaan yang harus dijaga. Setiap budaya memiliki cara unik dalam melestarikan alam, seperti pertanian berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana.
Aldi mengajak generasi muda untuk aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan, seperti penghijauan dan pembersihan sungai. “Pemuda memiliki energi dan kreativitas untuk membawa perubahan positif. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan Berkelanjutan
FGD ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan di Jakarta, Sawahlunto, Riau, dan Ambon. Acara ini menegaskan komitmen berbagai pihak dalam mendorong pembangunan rendah karbon dan pelestarian lingkungan.
“Kami berharap diskusi ini memberikan kontribusi nyata bagi upaya mengatasi isu lingkungan di Indonesia. Mari kita mulai perubahan dari hal-hal kecil dan mengajak lebih banyak orang untuk turut serta sebagai agen perubahan,” tutup Parid Ridwanuddin.
Dengan semangat kolaborasi dan keterlibatan aktif generasi muda, harapan untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan semakin nyata. Menjaga bumi tetap sehat adalah warisan terbaik bagi generasi mendatang.
Tentang Eco Bhinneka Muhammadiyah
Eco Bhinneka Muhammadiyah merupakan inisiatif Muhammadiyah yang bertujuan mendorong kerukunan antarumat beragama di Indonesia melalui pendekatan lingkungan. Pada tahun 2025, Eco Bhinneka Muhammadiyah bersama Oxford Policy Management Limited (OPML) mengadakan konsultasi tentang kerja-kerja advokasi dalam keterlibatan keagamaan dan lintas iman di Sawahlunto (Sumatera Barat), Pekanbaru (Riau), dan Ambon (Maluku). Program ini bertujuan memperkuat peran agama dan lintas iman dalam mengelola risiko lingkungan dan perubahan iklim, bekerja sama dengan GreenFaith Indonesia.
Tentang LCDI
Low Carbon Development Indonesia (LCDI) adalah platform pembangunan yang bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui kegiatan yang rendah emisi gas rumah kaca (GRK) serta meminimalkan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Program ini mendorong pengembangan berkelanjutan yang seimbang antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tentang GreenFaith Indonesia
GreenFaith adalah gerakan lintas iman yang berpusat di New York sejak 1992 dan kini telah berkembang di 11 negara. GreenFaith mendorong kerja sama lintas agama untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Di Indonesia, GreenFaith hadir sejak 2023 dengan fokus pada aksi iklim berbasis iman, pelatihan lintas agama untuk keadilan iklim, serta pembangunan perspektif lintas agama dalam transisi energi. Update kegiatan GreenFaith Indonesia dapat diikuti melalui Instagram @greenfaith.id. (*)
Penulis Intan Editor Wildan Nanda Rahmatullah