Perempuan dan Hutan: Menjaga Spiritualitas Lintas Agama
Sementara itu, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan membawa perspektif gender dan menyoroti peran perempuan dalam penyelamatan hutan dari sudut pandang lintas agama.
Hening menegaskan bahwa hutan bukan sekadar kumpulan pohon dan satwa liar. Ia adalah sumber kehidupan, tempat di mana manusia dan alam saling terhubung dalam harmoni yang abadi.
“Bagi perempuan, hutan memiliki makna yang lebih dalam. Mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumber penghidupan, tetapi juga sebagai ruang spiritual yang mengajarkan kesabaran, ketahanan, dan kebijaksanaan,” ungkapnya.
Perempuan yang juga Direktur GreenFaith Indonesia ini menekankan pentingnya menjaga hutan dan melakukan advokasi perlindungan hutan tropis di Indonesia melalui kerja sama lintas agama. Menurutnya, pendekatan lintas agama dalam advokasi ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari metode advokasi lainnya.
“Kerja sama lintas agama dalam advokasi perlindungan hutan dapat menggunakan pendekatan berbasis nilai-nilai agama sebagai sarana pencerahan, dakwah, atau sosialisasi. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk khutbah, doa, atau cara-cara lain yang biasa digunakan dalam kegiatan keagamaan, sehingga proses advokasi dapat berjalan dengan baik dan lebih diterima oleh masyarakat,” ujar Hening Parlan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dalam proses advokasi diperlukan tujuan yang jelas. Namun, langkah-langkah yang diambil tidak bisa bersifat frontal, melainkan harus dilakukan dengan strategi yang bijak dan efektif.
Pendekatan yang lebih halus dan berbasis nilai-nilai keagamaan diharapkan dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosial.
Pernyataan Hening Parlan ini selaras dengan pandangan berbagai pemuka agama yang juga menekankan bahwa lingkungan hidup, termasuk hutan tropis, merupakan amanah yang harus dijaga bersama.
Dengan mengedepankan kerja sama lintas agama, advokasi lingkungan diharapkan dapat lebih berdampak luas dan berkelanjutan.
Peran Pemimpin Agama dalam Non-Violence Direct Action
Dalam sebuah refleksi tentang peran agama dalam perjuangan melawan korupsi dan kerusakan lingkungan, CEO Eco Nusa, Bustar Maitar mengungkapkan pentingnya “Non-Violence Direct Action” (Aksi Langsung Tanpa Kekerasan) sebagai bagian dari kampanye.
Bustar juga mencatat bahwa dalam banyak kasus, pemuka agama dapat berperan sebagai suara moral dalam pergerakan sosial, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama yang mendukung RUU Masyarakat Adat atau berdoa untuk menghukum pelaku perusakan hutan. (*)
Penulis Sukowati Editor Ni’matul Faizah