
PWMU.CO – Bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik (HKHP) Koordinator Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMSIDA menggelar kegiatan konsolidasi dan diskusi bertajuk Tolak RUU TNI: Ancaman bagi Supremasi Sipil pada Kamis malam (20/03/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai berpotensi mengancam supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.
Diskusi yang berlangsung di halaman Kampus 1 UMSIDA ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas yang memiliki kepedulian terhadap dinamika hukum dan politik nasional. Acara ini menghadirkan seorang Junior Associate di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UMSIDA, Arya Bimantara sebagai pemantik diskusi.
Dalam pemaparannya, Arya menjelaskan bahwa sejak tahap prosedural, RUU TNI sudah memiliki banyak cacat. Sehingga patut dikritisi sebelum membahas lebih lanjut mengenai substansi pasal-pasal yang bermasalah.
Kegiatan ini diawali dengan pembukaan resmi oleh Fawwaz Hanif Basyaeb, selaku Ketua Bidang HKHP Koorkom IMM UMSIDA, yang juga bertindak sebagai moderator. Dalam penyampaiannya, Hanif menekankan pentingnya mengawal proses revisi undang-undang ini agar demokrasi Indonesia tetap terjaga. Ia menegaskan bahwa mahasiswa memiliki peran strategis dalam mengawal kebijakan negara, termasuk dengan melakukan kajian kritis terhadap RUU TNI.
Diskusi RUU TNI

Diskusi berjalan dinamis dengan berbagai tanggapan dan pertanyaan dari para mahasiswa yang hadir. Beberapa mahasiswa mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap sejumlah pasal dalam RUU TNI yang berpotensi memberikan kewenangan lebih luas kepada militer dalam ranah sipil. Mereka menilai bahwa revisi ini bisa menjadi kemunduran bagi demokrasi jika tidak diawasi dengan ketat oleh masyarakat, terutama mahasiswa sebagai agen perubahan.
Arya Bimantara dalam diskusi tersebut juga menegaskan bahwa sebagai warga negara yang baik, mahasiswa dapat menggunakan mekanisme konstitusional yang tersedia untuk menolak kebijakan yang dinilai bermasalah. Selain aksi turun ke jalan, mahasiswa juga dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena revisi UU TNI telah disahkan tanpa memperhatikan prinsip supremasi sipil.
Kegiatan yang berlangsung setelah salat tarawih ini ditutup dengan sesi diskusi terbuka, di mana peserta saling bertukar pandangan mengenai strategi yang bisa dilakukan untuk menolak RUU TNI. Beberapa peserta mengusulkan agar kampus menjadi ruang intelektual yang aktif dalam mengawal kebijakan publik dengan mengadakan kajian-kajian serupa secara berkelanjutan.
Para peserta berharap agar diskusi seperti ini dapat menjadi langkah awal dalam membangun kesadaran kolektif mahasiswa mengenai pentingnya supremasi sipil dalam sistem demokrasi. Mereka juga menegaskan bahwa keterlibatan aktif mahasiswa dalam isu-isu kebijakan publik bukan hanya sebatas diskusi akademik, tetapi juga harus diwujudkan dalam aksi nyata yang berdampak.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan mahasiswa UMSIDA dan generasi muda lainnya semakin sadar akan peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga demokrasi. Konsolidasi dan diskusi ini bukan sekadar pertemuan intelektual, tetapi juga menjadi bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. (*)
Penulis Aji Pangestu Editor Amanat Solikah