
PWMU.CO – Dalam kajian astronomi terkait dengan pembuktian ilmiah tentang Lailatul Qadar, dalam hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ”لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ، لَا حَارَّةٌ وَلَا بَارِدَةٌ، وَلَا يُرْمَى فِيهَا بِنَجْمٍ
“Lailatul Qadar adalah malam yang tenang, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, tidak ada bintang yang di lempar pada malam itu hingga pagi harinya” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir).
Walaupun Lailatul Qadar lebih di kenal dari sudut pandang keimanan, beberapa pendekatan ilmiah mencoba menjelaskan fenomena yang mungkin terkait dengannya.
Pertama, Dr Abdul Basit Muhammad, seorang Ilmuwan dari Mesir mengungkapkan penjelasan NASA mengenai satu malam di mana sebanyak 10 ribu lebih bintang dan lebih dari 20 ribu meteor yang biasanya menabrak Bumi tiba-tiba berhenti.
Beliau menjelaskan sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة); tingkat suhunya sedang, tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.
Hal ini sebagai bukti ilmiah bahwa setiap hari (hari-hari biasa) ada 10 bintang dan 20 ribu meteor yang jatuh ke atmosfer bumi, kecuali malam Lailatul di mana tidak ada radiasi cahaya sekalipun.
Kedua, malam Qadar mampu menciptakan sensasi kesejukan dan ketenangan kepada banyak orang karena pengaruh perubahan kondisi atmosfer yang dapat mempengaruhi suasana dan kenyamanan lingkungan.
Hasil karya Donald Ahrens (2012), seorang ahli meteorologi yang populer melalui karyanya berjudul “Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment”. Buku ini sering sebagai referensi dalam studi meteorologi dan klimatologi. Salah satu edisi dari buku tersebut, yaitu edisi tahun 2009, membahas berbagai aspek cuaca dan iklim, termasuk perubahan suhu.
Dalam penelitian tersebut, Ahrens menjelaskan bahwa perubahan tekanan udara dan kadar kelembaban dapat menciptakan kondisi yang lebih nyaman pada malam tertentu. Mencermati ciri-ciri yang ada, hal ini sangat masuk akal untuk dikaitkan dengan gambaran peristiwa turunnya Lailatul Qadar.
Suhu yang lebih stabil, kelembaban yang seimbang, dan angin yang tenang dapat memberikan sensasi kesejukan yang dirasakan oleh banyak orang. Fenomena lain yang dikaitkan dengan Lailatul Qadar adalah langit yang tampak lebih cerah dan bersih dibandingkan malam lainnya.
Hasil penelitian Phillips (2017) yang berjudul The Atmosphere and Weather: Scientific Insights menunjukkan bahwa pada beberapa malam — yang disinyalir sebagai Lailatul Qadar — dalam setahun, langit bisa tampak lebih cerah akibat pengaruh angin stratosfer dan pembersihan partikel di atmosfer. Faktor ini memungkinkan langit terlihat lebih bersih dan lebih terang dari biasanya.
Dan juga penelitian Bohren & Huffman (1998) yang berjudul Absorption and Scattering of Light by Small Particles. Artikel tersebut menjelaskan bahwa hamburan Rayleigh dan Mie yang terjadi akibat partikel atmosfer dapat membuat cahaya matahari tampak lebih redup dan tidak menyilaukan pada kondisi tertentu.
Jika pada malam sebelumnya atmosfer mengalami gangguan yang mengurangi partikel aerosol dan polutan, maka efek hamburan cahaya di pagi hari bisa berkurang, menyebabkan matahari tampak lebih lembut dan tidak terik.
“Inilah pembuktian ilmiah terjadinya malam Lailatul Qadar. Meskipun menurut Ibnu Hajar Al Asqalani bahwa tanda-tanda Lailatul Qadar yang terjelaskan oleh beberapa dalil tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fathul Bari, 4: 260).
Lepas dari semua itu, malam Lailatul Qadar adalah malam istimewa dalam bulan Ramadan yang tersebut dalam Al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik daripada seribu bulan (QS Al-Qadr: 3). Meskipun tidak ada penelitian ilmiah yang secara langsung membuktikan kapan pastinya malam ini terjadi, beberapa ilmuwan dan peneliti Muslim mencoba mengkaji fenomena ini dari sudut pandang sains, astronomi, dan spiritualitas. (*)
Editor Notonegoro