PWMU.CO – Ada kisah menarik soal helm KH Abdur Rozak Fachruddin—Ketua (Umum) PP Muhammadiyah 1968-1990—dalam Pengajian Tauhid yang diselenggarakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Babat, Lamongan, Jumat (10/11/17).
Pengajian yang bertempat di Masjid Mujahidin Pimpinan Ranting Muhammadiyah Gendong dengan nara sumber Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Drs H Najih Ihsan MAg itu, memang temanya berkisar soal tauhid.
“Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa sungguh Kami akan membukakan barakah dari langit dan bumi, tetapi jika mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa sebab sesuatu yang mereka kerjakan,” Najih Ihsan mengawali pengajian dengan membacakan arti surat Al Araf 96.
Menurut Najih—panggilan akrabnya—janji kepada orang yang beriman dan takwa adalah barakah. Barakah menambah kebaikan, jika bertambah hari bertambah baik artinya kita mendapatkan barakah.
“Sekarang kalau bertambah banyak bukan bertambah baik, apa itu termasuk barokah?” tanya Najih.
“Tidak, itu bukan barakah,” jawab hadirin serempak.
Najih juga mengingatkan agar kita tidak mendustakan ayat-ayat Allah karena ancaman-Nya bisa datang sewaktu-watu ketika kita sedang tidur maupun waktu bermain-main.
Dalam kesempatan itu, Najih menceritakan Rasulullah SAW pernah memberikan amanah kepada empat puluh pasukan pemanah agar jangan turun kecuali peperangan telah aman. Namun, melihat pasukan yang di bawah berebut harta rampasan perang akhirnya pasukan pemanah turun dan ikut serta berebut harta.
“Mereka telah mendurhakai Rasulullah SAW dan ketika itulah Khalid bin Walid memporakporandakan pasukan Islam yang semestinya menang,” ujarnya.
Untuk mencapai kemenangan paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tauhid harus kuat dan, kedua, ukhuwah Islamiyah.
“Apakah tauhid umat Islam sudah kuat?” tanya Najih
“Belum!” jawab hadirin.
“Apakah ukhuwah umat Islam sudah kuat?” tanya Najih kembali.
“Belum!” jawaban yang sama dari hadirin.
“Kalau begitu bagaimana umat Islam bisa menang?” tanya Najih dengan nada agak tinggi.
Najih kemudian menjelaskan bagaimana Pak AR—panggilan KH Abdul Rozak Fachrudin—pernah menjelaskan asas tunggal Pancasila kepada warga Muhammadiyah.
Waktu itu Pak AR–menganggap asas tuggal Pancasila seumpama helm, yang wajib dikenakan pengendara motor. Tapi helm tak mengubah apapun. “Beliau memberi contoh ketika hendak shalat Jumat mengendarai motor. Maka harus memakai helm. Dan helm itu tak mengubah Islam seseorang. Niat shalat Jumat yang ikhlas semata mencari ridha Allah SWT tetap berjalan,” kisahnya.
Maka, lanjutnya, asas tunggal Pancasila waktu itu dapat diterima Muhammadiyah dalam Muktamar 41 di Surakarta.
Menurut Najih, dengan menerima asas tunggal Pancasila, Muhammadiyah tetap bertauhid dengan Laa ilaa ha illallah. Kalau Pancasila mengubah tauhid, maka tidak akan diterima.
“Begitulah Pak AR yang menganggap pentingnya tauhid. Hendaknya warga Muhammadiyah juga benar-benar memperhatikan masalah Tauhid,” tutur Najih menutup kajian. Asas tunggal Pancasila—mengharuskan ormas dan parlpol berasa Pancasila– yang pernah menghobahkan di zaman Oder Baru itu kini sudah tak berlaku lagi.
Pengajian Tauhid hari itu didahului pemberian penghargaan dari Lazismu kepada 10 siswa berprestasi MI Muhammadiyah 05 Gendong oleh Ketua Majelis Pelayanan Sosial PCM Babat Drs Wardani MAg. (Hilman Sueb/TS)