
PWMU.CO – Pasca perayaan Idul fitri, volume sampah di berbagai daerah meningkat signifikan. Sampah rumah tangga yang didominasi oleh sisa makanan dan plastik kemasan menjadi perhatian utama dalam pengelolaan limbah. Menanggapi kondisi ini, Kepala Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sukarsono menyarankan agar moment perayaan Iedul Fitri bisa menjadi sarana kembali suci dari perilaku mengotori lingkungan dengan sampah dan limbah.
Sebisa mungkin setiap individu dan kelompok masyarakat berupaya dengan kesadaran diri dan kesadaran kelompok melakukan pengurangan limbah, melakukan praktek-praktek pengolahan sampah yang dikuasai dengan Teknik sesederhana apapun, karena pasti akan sangat bermanfaat bagi lingkungan dan keberlanjutan.
“Jenis sampah yang paling banyak dihasilkan setelah lebaran adalah sampah organic dan sampah plastic kantong dan pembungkus kemasan. Volume sampah organic mengalami peningkatan 20% lebih dari volume biasanya yang mencapai sekitar 60% dari total sampah keseluruhan. Sampah ini terdiri dari sisa makanan, sayuran, dan bahan makanan yang tidak dikonsumsi,” tambahnya.
Selain itu, sampah anorganik, terutama plastik dari kemasan makanan dan minuman, juga mengalami peningkatan signifikan. Tidak ketinggalan, minyak goreng bekas atau jelantah turut menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan yang jumlahnya mengalami peningkatan signifikan setelah lebaran. Kondisi ini tentu akan sangat mengganggu dan merusak lingkungan tanah dan perairan. Selain mengotori, limbah jelantah akan menyebabkan air sungai kekurangan oksigen terlarut sehingga dapat menyebabkan kematian ikan dan mikroba.
“Mendaur-ulang minyak goreng bekas itu kan mudah. Kalo dibuat lilin, tinggal saring minyak bekas tersebut, siapkan paraffin ato lilin bekas kemudian panaskan. Masukkan minyak bekas, beri pewarna dan pewangi sesuai selera, kemudian tuangkan kedalam cetakan gelas atau paralon yang sudah diberi sumbu dari benang kasur. Diamkan semalam. Besoknya sudah bisa dikemas. Lilin yang dinyalakan akan menerangi dan mengharumkan ruangan,” jelasnya.
Sukarsono menjelaskan, membuat Bahan Bakar Solar dari minyak goreng bekas atau disebut Bio-Solar juga mudah.
“Saring minyak goreng bekas, larutkan kedalam alkohol (metanol) beri KOH atau NaOH. Diamkan selama 2 jam, minyak akan terpisah menjadi Bio-Solar dan Gliserol. Gliserol dipisahkan untuk bahan dasar kosmetik atau farmasi. Sementara Bio-Solarnya didiamkan lagi supaya terpisah antara air dan bio-solar. Pisahkan bio-solar untuk dijual atau untuk BBM kendaraan sendiri,” katanya.
Pengelolaan Sampah
Selain meningkatnya volume sampah, menurutnya permasalahan lain yang muncul adalah kurangnya fasilitas pengolahan sampah yang memadai. Banyak daerah yang masih mengandalkan tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa adanya pemilahan sampah sejak awal. Hal ini menyebabkan tumpukan sampah semakin besar dan berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran tanah dan air. Untuk mengatasi permasalahan ini, ia menekankan pentingnya pengelolaan sampah berbasis komunitas dan individu.
“Sampah organik dari dapur dapat diolah menjadi kompos atau diberikan kepada peternak sebagai pakan ternak. Nasi dan makanan lain yang tidak habis dimakan sebaiknya dikumpulkan di kantong khusus, jika sudah cukup banyak diberikan kepada peternak ayam atau bebek. Sementara itu, sampah plastik sebaiknya dikumpulkan dan dijual ke pemulung atau bank sampah untuk didaur ulang. Adapun minyak jelantah, selain dapat diolah menjadi lilin atau biodiesel, juga bisa dikumpulkan secara kolektif untuk dijual ke banyak perusahaan pengumpul minyak goreng bekas untuk bahan biodiesel,” katanya.
Sukarsono juga menekankan urgensi penanganan sampah ini menjadi tanggungjawab individu dan kelompok masyarakat. Sementara pemerintah juga harus lebih aktif melakukan penyadaran dan menyediakan fasilitas pengolahan sampah, seperti tempat pengolahan sampah terpadu dan insinerator yang ramah lingkungan. Selain itu, kebijakan tentang pengurangan penggunaan plastik sekali pakai juga perlu diperketat agar masyarakat lebih terbiasa menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut, ia berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya memilah dan mengolah sampah sejak dari rumah.
“Jika semua orang mulai memilah dan mengolah sampah dari rumah tangga masing-masing, beban tempat pembuangan akhir (TPA) akan berkurang, dan dampak lingkungan bisa ditekan. Sebagai solusinya dapat membuat lubang kecil di tanah untuk mempercepat proses dekomposisi dan mengahasilkan pupuk alami,” ujarnya.
Konsep ini diharapkan mampu mengurangi limbah yang berakhir di TPA sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat. Selain itu, edukasi mengenai pengelolaan sampah juga harus lebih digencarkan, baik melalui sekolah maupun media sosial, agar masyarakat semakin memahami pentingnya pengelolaan limbah yang baik.
“Dengan meningkatnya kesadaran dan keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah, diharapkan pasca-lebaran tidak lagi identik dengan lonjakan sampah yang mencemari lingkungan. Langkah kecil dari setiap individu akan berdampak besar bagi keberlanjutan lingkungan yang lebih baik,” pungkasnya. (*)
Penulis Hassan Al Wildan Editor Amanat Solikah