PWMU.CO – Semangat mengabdi dan memberi adalah gen Muhammadiyah. “Terkumpulnya donasi Rp 17 milyar untuk Rohingya menunjukkan bahwa Muhammadiyah itu relegius give.”
Pernyataan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Dr Biyantoitu disampaikan dalam acara Refleksi Milad Muhammadiyah ke-108 yang diadakan PRM Penanggungan di Masjid TPI Nurul Huda Jalan Panjaitan 15/5 Kota Malang (12/11/17).
Selain soal donasi Rohingya, Biyanto juga memberi contoh Klinik Kapal Apung Said Tuhulele sebagai pengabdian Muhammadiyah pada masyarakat.
“Banyaknya amal usaha Muhammadiyah, saya mohon, jangan dilihat jumlahnya tapi lihatlah idealisme para pimpinan dan seluruh warganya” ujar Biyanto.
Di hadapan para pimpinan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM0 yang berasal dari beberapa perguruan tinggi di Malang seperti Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya, Biyanto juga menjelaskan pentingnya seorang pemimpin dalam memahami anggotanya.
“Ciri pempinan itu ya menggerakkan. Kalau tidak bisa menggerakkan jangan bermimpi jadi pemimpin,” tegas dia.
Dosen UIN Sunan AMpel Surabaya itu juga berpesan agar dalam berbicara, seorang pemimpin itu harus hati-hati. “Tidak bisa seenaknya berbicara karena dia membawa gerbong jamaahnya” ujarnya.
Menyinggung soal keberagaman warga Muhammadiyah, Biyanto mengatakan bahwa itu hal yang lumrah. “Banyak sekali warnanya. Bila ada perbedaan itu hal yang sangat lumrah,” kata Biyanto.
Menurut dia, perbedaan-perbedaan pendapat itu bisa jadi sebuah berkah untuk memicu kemajuan.
Dosen yang rajin menulis opini di berbagai media cetak nasional itu memaparkan tiga kelompok besar yang mewarnai keberagaman warga Muhammadiyah.
Pertama kelompok ‘salafi’, yaitu kelompok yang cenderung skripturalis dan konservatif. Kelompok ini di dalam semua aturan hidupnya ingin merujuk pada zaman Rasulullah.
Biyanto mencontohkan pedapat kelompok ini bahwa memanjangkan jenggot itu sunah. “Perlu diketahui kalau jenggot ini ada dua, yang ideologis dan sekadar aksesori,” canda Biyanto yang disambut geerrrr jamaah.
Kedua, kelompok washathiyah atau kelompok tengah, alias moderat. “Yang ini perpaduan antara puritanisme dan modernisasi. Menurut Biyanto, kelompok ini cenderung diterima oleh siapa saja .
Ketiga, kelompok liberal. “Kelompok yang ingin melepaskan pemikiran lama dengan pemikiran baru yang berbeda, dengan sebuah analisa- analisa kritis,” paparnya.
Menurut pria asal Lamongan itu, kelompok ini tidak begitu disukai. “Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang punya milatansi tinggi dari kalangan cendekiawan muda Muhammadiyah,” kata Biyanto. (Uzlifah)