PWMU.CO – Tanggal 18 November 1912 adalah hari kelahrian Muhammadiyah. Artinya sudah 105 tahun Masehi Persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta itu berkiprah bagi bangsa.
Untuk memaknai peringatan milad itu, PWMU.CO mewawancarai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya Dr Mahsun Jayadi MA, di kantornya Jalan Wuni, No. 9, Jumat (17/11/17).
“Saat ini kita memasuki era milenial, atau yang generasinya lebih populer disebut Millenial Generation (MG). Bagaimana Muhammadiyah menghadapi era generasi ini? Itulah tantangan yang perlu kita jawab,” kata Mahsun memulai wawancara.
Maksun menjelaskan bahwa MG merupakan anak bangsa yang lahir tahun 90-an. “Atau belakangan secara khusus MG dimutakhirkan menjadi Zero Generation (ZG) yakni anak yang lahir di era 2000-an,” jelasnya.
Baik MG maupun ZG, kata Mahsun, adalah generasi muda yang khas dan berbeda dengan generasi sebelumnya. “Kita yang berumur 40-an merasa anak- anak zaman sekarang sangat jauh berbeda dengan zaman kita dulu,” jelasnya.
Mahsun menyebut 8 ciri generasi milenial, yaitu pertama, hidup tergantung pada informasi dunia maya. Kedua, tidak lagi menomorsatukan saran dan pelajaran dari orang tua.
Ketiga, mereka suka berkomunikasi hanya pada komunitasnya. Karena itu susah bisa bersosialisasi dengan masyarakat.
Keempat, suka selfie, tetapi juga suka self learning. Kelima, semakin menghindari pemahaman agama secara normatif, beralih ke pemahaman aplikatif.
Keenam, perilaku tokoh idola adalah kebenaran yang mutlak. Ketujuh, yang disukai tentang nilai (baik buruk) bukan hanya kontennya tetapi yang lebih penting adalah aktor pembawa nilai harus keren. Dan kedelapan, keyakinan beragama sangat personal.
Nah, menurut Mahsun, Muhammadiyah yang lahir 108 tahun lalu telah melewati beberapa generasi. “Muhammadiyah telah mampu melewatinya dengan segala suka dan duka dalam berdakwah mencerahkan umat dan bangsa ini. Saya yakin, di era milenial ini pun Muhammadiyah tetap akan berbuat banyak,” ujarnya.
Maka dari itu, kata Mahsun, tagline Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan sangat relevan menghadapi era itu.
Kepada PWMU.CO, Wakil Raktor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menyampaikan 3 pokok pikiran yang disebut Catatan Milenial Ketua PDM Surabaya sambut Milad Muhammadiyah ke-108 Masehi. Berikut isi lengkapnya:
Pertama, kita jadikan entri point (titik masuk) untuk muhasabah, apakah Muhammadiyah masih benar-benar dibutuhkan oleh umat dan bangsa ini sebagai guiden berkehidupan yang Islami?
“Jika memang keberadaannya tetap dibutuhkan, maka meniscayakan bagi kita, terutama para kader muda Muhammadiyah untuk semakin mengembangkan kualitas Persyarikatan agar semakin berwibawa dan bermartabat,” tegasnya.
Kedua, bahwa tantangan dakwah Muhammadiyah, terutama di era milenial ini membutuhkan kekuatan kuantum (percepatan) yang cerdas dan cermat.
“Tentu ini hanya bisa dilakukan oleh para kader yang terus-menerus menjadi pembelajar yang kreatif. Dakwah sudah tidak bisa lagi dilakukan dengan cara tradisional,” ungkap dia.
Ketiga, kita jadikan milad ini sebagai tanwir pencerahan, sekaligus taghyir yaitu agen perubahan.
“Untuk bisa mengarah ke sana maka janganlah kader-kader ini memilih di zona nyaman. Sebab kalau ingin maju mencerahkan dan perubahan ke arah yang positif, harus keluar dari zona nyaman,” urai Mahsun.
Menurut dia, dalam zona nyaman pasti tidak akan aman. Sebab tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri. (Ferry)