PWMU.CO – Literasi di negara Indonesia sangatlah kritis. Jumlah penduduk 225 juta jiwa hanya mampu mencetak 15.000 buku per tahun. Beda jauh dengan negara Vietnam, jumlah penduduk 80 juta, tapi mampu mencetak lebih dari 80.000 buku per tahun.
Pernyataan itu disampaikan Ipmawati Nuzula Khoirun Nafsiah dalam konsolidasi Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) yang diadakan Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Surabaya. Acara berlangsung di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Ahad (19/11/2017). Acara dihadiri seluruh pimpinan cabang dan ranting (PR dan PC IPM) se Surabaya bidang PIP.
Berita lainnya : Menguji Calon Pimpinan IPM: Berdiri Tegak Tampillah di Muka
Menurut Nuzula, penyebab pertama adalah mindset terhadap buku. Sejak usia SD melihat buku saja sudah membosankan apalagi membaca. “Bagaimana kalian menjawab soal kalau tidak membaca dahulu, Nak? Bosan Kak, bacaannya banyak,” cerita Nuzula ketika bertanya kepada anak-anak SD yang belajar bersamanya.
Faktor kedua, budaya menonton lebih dominan di Indonesia. “Kebanyakan orangtua sekarang untuk menenangkan anaknya nangis dengan menonton televisi dan gadget,” sambung Nuzula yang menjabat ketua Bidang PIP PW IPM Jawa Timur.
Ketiga adalah fasilitasnya. Maksudnya keberadaan buku dan perpustakaan kita sangatlah minim. “Kadang ruang perpustakaan itu sempit, tidak nyaman. Di pojok gedung dan pengap, inilah penyebab pelajar yang kurang tertarik kepada literasi,” tutur dara kelahiran Tulungagung itu.
Keempat, harga buku di Indonesia itu mahal. “Ya wajar, karena jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia minim maka harganya jadi mahal,” kata Nuzula yang sekarang menempuh kuliah di Universitas Negeri Malang.
Terakhir, kelima membaca belum membudaya. Ini adalah poin penting penyebab Indonesia minim literasi. “Namun kita bisa meminimalisasi dengan kegiatan-kegiatan tertentu. Misalnya pojok kata kajian literasi, arisan literasi, dan jurnal monitoring literasi kader,” pungkasnya. (azm)