PWMU.CO – Sejak tahun 2016 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia sudah menerbitkan serial “Mendidik Anak di Era Digital”. Melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, buku saku ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan orangtua dalam mendidik anak di era digital.
“Setiap perubahan, meskipun perubahan yang ebih baik, pasti ada ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan itulah yang harus diadaptasi menjadi kenyamanan,” begitu kata pengantar buku ini untuk menjelaskan berbagai perubahan perkembangan teknologi.
Yang paling mudah adalah perkembangan komputer, kelahiran internet, perkembangan telephon selular, dan menjamurnya situs jejaring sosial. Sudah tentu selain sisi negatif, banyak manfaat dari perkembangan teknologi digital ini. Diantaranya sebagai sumber informasi, sarana membangun kreativitas, alat komunikasi, pembelajaran jarak jauh, jejaring sosial, mendorong pertumbuhan usaha, dan memperbaiki layanan publik.
Terkait dengan kondisi kekinian, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) punya definisi yang unik tentang hubungan orangtua dan anak. “Anak-anak generasi masa kini merupakan generasi ‘digital native’. Yaitu mereka yang sudah mengenal media elektronik dan digital sejak lahir.”
Serial Lengkap:
1) Imigran Digital Lahirkan Generasi Digital, Berikut 4 Cirinya
2) Bahaya Rela Tahan Lapar, Tahan Pipis…
3) 9 Cara Pendampingan, Terbuka & saling Percaya
4) 10 Kiat Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun di Era Digital
5) 7 Kiat Mendidik Anak Usia 4-6 Tahun di Era Digital
6) 8 Kiat Mendidik Anak Usia 8-12 Tahun di Era Digital
7) 10 Kiat Mendidik Anak Usia 12-18 Tahun di Era Digital
Ada 2 istilah yang penting difahami, yaitu generasi imigran digital dan generasi digital. Yang dimaksud generasi imigran digital adalah individu yang lahir sebelum munculnya teknologi digital. “individu yang lahir setelah adopsi teknologi digital,” begitu pengertian tentang generasi digital.
Setidaknya ada 4 cirikhas generasi digital yang patut diketahui oleh orangtua yang masuk dalam generasi imigran digital, baik identitas, privasi, kebebasan berekspresi, dan proses belajar. “Generasi digital ramai-ramai membuat akun di Facebook, Twitter, Path, Insagram, Youtube, dan lain-lain untuk membuktikan kepada dunia bahwa mereka ada,” tentang ciri identitas generasi digital.
Dari sudut privasi, generasi digital cenderung lebih terbuka, blak-blakan, dan berfikir lebih agresif. “Generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan. Mereka tidak suka diatur dan dikekang. Mereka ingin memegang kontrol, dan internet menawarkan kebebasan berekspresi,” ciri ketiga generasi digital terkait dengan kebebasan berekspresi.
Pola lain yang menjadi cirikhas generasi digital adalah dalam proses belajar. “Generasi digital selalu mengakses Google, Yahoo, atau mesin pencari lainnya. kemampuan belajar mereka jauh lebih cepat karena segala informasi ada di ujung jari mereka.”
Menanggapi hal itu, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI 2013-2016, Fajar Arifianto Isnugroho, menyatakan di sinilah pentingnya literasi media digital bagi masyarakat. “Terutama orangtua dan guru sekolah mulai SD sampai Perguruan Tinggi,” jelasnya kepada PWMU.CO (22/11), dengan memberi penekanan pihak-pihak terkait.
Menurut Fajar, literasi media digital memberikan pemahaman yang benar dan proporsional tentang sisi baik dan dampak negatif penggunaan media digital. “Orangtua dan guru sekolah sejak dini harus memberi informasi dan edukasi yang benar tentang media digital,” jelasnya lagi.
“Mengajak anak-anak untuk kritis dan selektif ketika menggunakan media digital menjadi pilihan bijak, daripada sekedar melarang. “Harapannya, orangtua, guru dan anak-anak di era digital bisa memanfaatkan media digital dengan cerdas,” pungkas dosen AWS Stikosa Surabaya itu. (iqbal)