PWMU.CO – Tidak salah SD Muhammadiyah Pucanganom 1 Sidoarjo mengusung semboyan “Setiap Hari Adalah Prestasi”. Buktinya, prestasi prestisius kembali diraih oleh sekolah yang populer disebut SD Muh1da ini.
Dalam Australian Mathematic Competition (AMC) yang diikuti oleh 3.000 peserta Indonesia—atau 260.000 peserta dari seluruh dunia ini—dua siswa SD Muh1da, yaitu Shidqi Firas Hidayat dan Dzaky Satrio Nugroho menerima penghargaan bergengsi, masing-masing meraih Middle Primary dan Upper Primary untuk kategori High Distinction Award.
Penghargaan diberikan dalam Award Ceremony yang diselenggarakan di Singapore National Academy (SNA) Surabaya, Ahad (26/11/17).
AMC adalah ajang kompetisi terbesar di Australia yang sudah berlangsung sejak tahun 1978. Diorganisisasi oleh Australian Mathematics Trust, sebuah organisasi non-profit yang terdiri dari sekumpulan guru matematika, akademi sains, dan perkumpulan pecinta matematika di Australia.
Di Indonesia, Klinik Pendidikan MIPA (KPM) adalah badan yang ditunjuk secara resmi oleh Australia Mathematics Trust untuk menyelenggarakan AMC. Tahun ini AMC dilaksanakan di 30 negara secara serentak pada tanggal 27 Juli 2017 lalu.
Tampak hadir pada acara Award Ceremony Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kabupaten Sidoarjo Ikhsan SAg MSi, Direktur KPM Ir R Ridwan Hasan Saputra MSi, dan Kepala Cabang KPM Muhammadiyah Sidoarjo Muhammad Khoiron.
Ikhsan bangga sekali dengan prestasi anak-anak Muh1da. “Semoga bisa menjadi pemacu semangat siswa Muhammadiyah yang lain untuk berprestasi setinggi-tingginya,” ucapnya.
Connie Elok Savitri, orang tua Shidqi Firas Hidayat, menyatakan sudah seharusnya siswa-siswi Muh1da unjuk kemampuan di berbagai ajang, terutama yang berkelas internasional.
Menurutnya, kemenangan atau juara bukan tujuan utama. “Tetapi berbagai ajang ini akan dapat memberikan paramater kemampuan kita dan memotivasi untuk tidak bosan-bosan belajar tanpa berputus asa,” ungkapnya.
Dia menambahkan, sering berkompetisi membuat siswa secara tidak sengaja tercebur pada komunitas anak-anak cerdas dan istimewa. “Di mana banyak yang bisa kita tauladani, misalnya semangat dan kerja kerasnya,” jelas Connie.
Akan tetapi, tutur dia, sebagai Muslim kita tetap harus menyeimbangkan antara kemampuan intelektual dan spiritual.
Sementara itu, Firas mengaku bahwa kalah atau menang tidak jadi masalah. “Menikmati keseruan bertemu orang-orang hebat sangat membahagiakan saya. Saya ingin membuka mata, betapa menjadi pintar dan sukses itu butuh kerja keras dan juga doa,” ucapnya mantab.
Dzaky Satrio Nugroho sendiri saat mengikuti lomba masih duduk di bangku Kelas VI. Ketika menerima penghargaan, dia sudah berstatus pelajar SMP. Selamat! (Enik)