Pak AR dengan kalem menjawab bahwa orang Muhammadiah itu pinter dan cerdas. Mereka tahu dibolehkan menjamak shalat Maghrib dan Isya’. Jadi mereka tetap shalat Maghrib dan Isya’. Pertanyaan ini tidak muncul di muktamar Malang karena “memanfaatkan” Ust. Mu’ammal untuk menjawab sebelum ditanyakan.
Setelah Musywil Muhammadiyah Jatim, PWM Jatim rapat untuk menyusun komposisi kepemimpinan periode 2010-2015. Salah satu yang dibicarakan adalah apakah memasukkan Aisyiah sebagai anggota pimpinan tambahan seperti yang dilakukan pimpinan pusat? Rapat berpendapat cukup 13 orang terpilih. Tidak ada tambahan pimpinan, baik dari Aisyiah maupun dari tokoh yang tidak terpilih.
PP memang menambahkan selain dari Aisyiah juga beberapa orang lagi sesuai kebutuhan. Rapat PWM belum ketuk palu menunggu pendapat dari Ust. Mu’ammal. Beliau kemudian berpendapat bahwa sesuai dengan beban PWM, cukup dengan 13 orang, tidak perlu ditambah.
(Baca: Setahun Perginya Ulama Bersahaja Tempat Bertanya, kemudian Terantuk di Dewan Kembali ke Persyarikatan, serta Penulis Produktif dan Moderat)
(Baca juga: Bayangan Sampai Kenyataan dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Jika ada yang bertanya apakah ada tambahan anggota pimpinan, maka jawabannya menurut “fatwa” Ust. Mu’ammal tidak perlu ada tambahan. Ternyata PWM juga “memanfaatkan” ust. Mu’ammal. Mengetahui namanya “dimanfaatkan” PWM, beliau hanya tertawa. “Tidak apa-apa, itu untuk kebaikan”, katanya.
Beberapa contoh di atas menunjukkan betapa besar kepercayaan kita pada Ust. Mu’ammal, terutama pada soal-soal agama. Kepercayaan itu disebabkan dua hal. Pertama, karena kita tahu penguasaan beliau pada soal agama sangat luas sehingga sangat mumpuni memberi jawaban. Kedua, beliau jujur, tidak ada kepentingan apa-apa di balik setiap jawaban. Dua hal itu menjadi sebab orang percaya pada jawaban yang beliau berikan.
Saya juga pernah memanfaatkan Ust. Mu’ammal. Suatu hari ada Pimpinan Cabang Muhammadiyah yang bertanya, apakah Prof Syafiq A. Mughni itu masuk kelompok Islam Liberal? “Tidak!” jawab Nadjib dengan mengemukakan alasan sederhana sesuai daya pikir sang penanya. “Pak Syafiq itu belajar di pesantren yang sama dengan Pak Mu’ammal dan Pak Syafiq itu murid kesayangan Pak Mu’ammal”. Penanya itu lega karena Pak Syafiq ternyata murid kesayangan ust. Mu’ammal. Tentu tidak liberal.
Selalu Menulis
Selanjutnya halaman 03…