Pada suatu malam di tahun 1984, ia diculik dengan tuduhan terlibat Komando Jihad, istrinya juga sangat tabah. Demikian pula saat diintrogasi Sospol seputar masalah PORKAS Sepak Bola yang ia tentang karena dinilai identik dengan judi.
Ketabahan sang istri kian dirasakan ketika ditinggal kuliah di Madinah. Ibu enam anak itu selain harus merawat anak-anaknya sendirian, uang kiriman untuk keluarga di rumah sering terlambat hingga 6 bulan.
“Kalau uang kiriman dari Abah habis, ibu menggadaikan pakaiannya untuk makan dan sekolah anak-anaknya. Jika isi lemari sudah habis semua, dan kiriman dari Abah belum datang juga, ibu terpaksa hutang ke kakaknya,” tutur Zuhroh, mengenang kisah pahit kehidupan orang tuanya dengan meneteskan air mata.
Masa-masa sulit masih dirasakan Faiz sewaktu kuliah di UII Yogyakarta. Sehingga untuk meringankan beban, dirinya tinggal dan mengajar di Panti Asuhan Muhammadiyah. Alumni Pondok Modern Gontor Ponorogo itu kemudian dikenalkan dengan Pimpinan Penerbit Dewan Dakwah, Ramlan Mardjoned, agar kalau uangnya kurang, bisa minta royalti buku.
(Baca: Penulis Produktif dan Moderat, kemudian Terantuk di Dewan Kembali ke Persyarikatan, serta “Memanfaatkan” Ustadz Mu’ammal)
(Baca juga: Bayangan Sampai Kenyataan dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Tidak banyak yang tahu kalau seorang muballigh, penerjemah buku dan penulis produktif, sekelas beliau kondisi ekonominya seprihatin itu. Mengingat puluhan bukunya beredar luas di pasaran. Bahkan buku “Halal dan Haram dalam Islam” kabarnya beberapa kali cetak ulang di Singapura. Tapi apa boleh buat, penghargaan masyarakat terhadap hak cipta masih lemah, pembajakan buku merajalela, dan pemberian royalti tidak ajek pula.
Kondisi ekonomi keluarga mulai berangsur membaik setelah lulusan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Madinah ini diangkat sebagai da’i Atase Agama Kedubes Saudi Arabia. Namun seiring dengan membaiknya ekonomi keluarga, jumlah orang lain yang ditanggung biaya hidup dan pendidikannya bertambah pula.
Selanjutnya halaman 04…..