Kepedulian terhadap sesama merupakan salah satu akhlak mulia yang selalu diteladankan. Keyakinan bahwa setiap kebaikan akan membuahkan berkah kehidupan sudah sering dirasakan. Misalnya pada 1983, dirinya berencana berangkat haji bersama istri. Karena terbentur visa, rencana haji pun batal, dan sebagian uangnya diinfaqkan untuk membeli 4 set meja kursi guru Perguruan Muhammadiyah Bangil.
Berkahnya, setahun kemudian justru bisa berangkat haji gratis, diundang oleh Wizaratul Hajji Saudi sebagai pemandu ziarah jamaah haji Indonesia. Kemudian beberapa kali dipercaya sebagai TPIHI (Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia), dan Anggota Tim Pengawas Perjalan Haji Embarkasi Surabaya.
Berkah lainnya lagi, diperoleh sebelum era reformasi. Beliau terpilih sebagai anggota DPR RI. Bagi beliau, menjadi anggota legislatif selain merupakan amanah, juga berkah bagi keluarga. Karena lumayan besar gajinya, dapat pensiun dan jaminan askes pula. “Askesnya sangat membantu biaya pengobatan Abah dan Ibu, yang di usia tuanya sering masuk rumah sakit,” papar Faiz dan Zuhro saat mendampingi ibundanya sakit.
(Baca: Penulis Produktif dan Moderat, kemudian Terantuk di Dewan Kembali ke Persyarikatan, serta “Memanfaatkan” Ustadz Mu’ammal)
(Baca juga: Bayangan Sampai Kenyataan dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Dengan perjalanan hidupnya yang berliku itu, tak heran jika Ketua Dewan DDII Jatim Tamat Anshori, menilai Ustadz sebagai seorang dai yang benar-benar berangkat dari bawah. Perjalanan hidupnya dari Pesantren Tebuireng yang berlanjut ke Persis Bangil, dikirim ke Madinah karena kebagusan akhlak dan akademisnya, hingga kembali ke tanah air adalah buktinya. “Setelah lulus, beliau langsung terjun ke dunia dakwah, sebagai muballigh DDII. Karena keberhasilannya di medan dakwah, oleh pak Natsir (Moh Natsir – DDII mantan politisi Masyumi) direkomendasikan menjadi dai Darul Iftah Rabitah. Beliau memang ulet, dan tetap sangat sederhana.”
Setengah Wali
Andai komunitasnya bukan Muhammadiyah, mungkin beliau sudah dianggap wali. Maqamnya dianggap jauh lebih mumpuni, dibanding nama-nama “wali tambahan” yang beredar di masyarakat awam selama ini, terlebih lagi jika dibumbui dengan beberapa peristiwa “ajaib” yang dialami.
Selanjutnya halaman 05…..