“Pernah waktu lebaran, Abah tidak punya sarung dan mukena. Abah berdoa, langsung ada orang mengetuk pintu memberi sarung dan mukena sesuai yang diminta,” kenang Zuhroh dan Faiz mengenai keistimewaan ayahnya.
Peristiwa serupa terjadi belum lama, yaitu ketika parabola beliau rusak. Dengan alasan segera dapat melihat siaran TVMu, beliau berniat memanggil tukang servis untuk memperbaikinya. “Baru niat, ternyata langsung ada orang datang memperbaiki, dan tidak mau diongkosi,” kata shahibul hikayat.
Pengalaman nyleneh lainnya dialami sewaktu menjadi narasumber seminar, dan menyusun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di rubrik agama majalah ini. Ketika bulan puasa Ramadhan tiba, beliau biasanya banyak mengisi rubrik tanya-jawab agama, bahkan juga dalam koran yang terbit setiap hari. Berbeda dengan kebanyakan ulama lain yang “sekedar” menjawab –meski juga berdasar–, beliau selalu memberi catatan “lebih”.
(Baca: Penulis Produktif dan Moderat, kemudian Terantuk di Dewan Kembali ke Persyarikatan, serta “Memanfaatkan” Ustadz Mu’ammal)
(Baca juga: Bayangan Sampai Kenyataan dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Karena keterbatasan halaman di koran yang tidak memungkinkan jawaban yang panjang, Ustadz sering mereferensikan buku bacaan lanjut. Bukan hanya judul buku, bahkan halaman yang keberapa pun juga ditunjukkan. Ini pula yang menjadikan Mu’ammal benar-benar sarjana alumni perguruan tinggi di Timur Tengah yang tidak hanya menguasai kitab-kitab ‘kuning’, tapi juga kitab-kitab ‘putih’. Bagaimana bisa menjawab pertanyaan yang begitu banyak dengan metode yang ilmiah itu? Jawabnya ternyata sederhana: biasanya membuka buku dan langsung ketemu.
Makanya, seringkali beliau dalam lingkungan PWM Jatim dijuluki “setengah wali”. (nadjib hamid)