PWMU.CO – Warga Muhammadiyah diserukan tidak ikut mengucapkan selamat Natal dengan alasan toleransi. Sikap Islam jelas, biarkan orang Kristen merayakan agamanya, orang Islam mengurusi akidahnya.
Seruan itu disampaikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr M Nurhakim dihubungi Sabtu (23/12/2017).
“Mengikuti perayaan Natal itu haram hukumnya karena memperingati kelahiran Tuhan Yesus. Maka kita tidak perlu mengucapkan selamat Natal apalagi terlibat dalam ritual Natalan,” ujarnya.
Nurhakim menjelaskan, fatwa Majelis Tarjih cetakan VI tahun 2003 halaman 209-210 sama dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang perayaan Natal.
Berita terkait: Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut MUI
Dia menerangkan, isi fatwa itu menyatakan umat Islam dibolehkan bekerja sama dan bergaul dengan umat-umat agama dalam masalah keduniaan. Tapi tidak boleh mencampuradukkan agama dengan akidah dan peribadatan agama lain seperti meyakini Tuhan lebih dari satu, Tuhan mempunyai anak dan Isa Al Masih itu anaknya. “Orang yang meyakininya dinyatakan kafir dan musyrik,” kata dia menegaskan.
Poin pertama, Nurhakim menjelaskan, mengikuti perayaan Natal bersama bagi umat Islam adalah haram hukumnya.
“Dalam konteks ini, perayaan Natal di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkara akidah Kristen tentang ketuhanan Yesus,” tegasnya.
Poin kedua, sambung dia, mengucapkan selamat Natal bagi muslim kepada orang Kristen tidak usah dilakukan karena merupakan bagian dari perkara kegiatan perayaan Natal.
Seruan ini agar umat Islam tidak terjerumus kepada perkara syubhat dan melanggar larangan Allah. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal yang syubhat dan larangan Allah serta mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
“Jika kita mengucapkan selamat Natal berarti mengakui kelahiran Tuhan Yesus. Ini bukan perkara toleransi. Toleransi itu, biarkan mereka merayakan sesuai akidahnya, kita tidak usah ikut-ikut,” ujarnya.
Soal toleransi justru perlu kita soroti praktik bisnis di plasa, restoran, dan hotel dalam suasana Natal ini. Ada pengusaha memaksa karyawannya memakai atribut Kristen seperti Sinterklas dan salib.
“Sebagai muslim tidak boleh menggenakan pakaian atau asesoris keagamaan sebagai suatu identitas non muslim,” kata Nurhakim.
Jika ada pengusaha memaksa karyawan muslim memakai atribut Kristen, tegas Nurhakim, itu sangat tidak toleransi. (aan)