PWMU.CO – Ada dua peristiwa memprihatinkan yang membuat Nadjib Hamid akhirnya menggagas agenda kumpul-kumpul bagi keluarga Muhammadiyah.
Suatu ketika, ia bersilaturahim ke rumah salah seorang pimpinan Persyarikatan. Awalnya, tidak ada yang aneh dalam silaturahim itu, hingga muncul seorang remaja putri yang menyuguhkan hidangan untuk tamu.
Remaja putri tersebut, yang tak lain adalah putri tuan rumah, ternyata tidak menggunakan jilbab, layaknya muslimah yang sudah akil baligh. Bahkan, hanya mengenakan celana pendek. “Saya tertegun, dan prihatin,” ungkap Nadjib.
“Ini juga ironis sekaligus tantangan bagi kita. Ternyata, keluarga pimpinan tidak otomatis bisa menjadi teladan bagi umatnya,” kata Nadjib, saat membuka Family Gathering, di Taman Dolan, Kota Batu, Sabtu (30/12/17) malam.
Keprihatinan kedua, kata pria yang kini menjadi Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim tersebut, terjadi ketika dirinya bersilaturahim ke rumah pimpinan di salah satu daerah. Kali ini, kasusnya tentang jeritan istri yang merasa diabaikan oleh sang suami yang aktivis.
“Suami saya lebih sibuk berjuang, tapi keluarga diabaikan. Saya ini perempuan Pak! Protesnya dengan nada tinggi, diikuti air mata yang terus berderai,” kata Nadjib mengisahkan kejadiannya. Sudah begitu, ia tidak pernah diajak beraktivitas di luar, termasuk bergaul dengan keluarga sejawat suami di Persyarikatan.
“Dua hal itu harus diusahakan untuk tidak terjadi pada keluarga Muhammadiyah zaman now. Kita tidak boleh hanya asyik berjuang sendiri, tanpa melibatkan keluarga,” pesannya pada ratusan peserta yang terdiri dari ayah-ibu dan anak-anak para aktivis Muhammadiyah lintas lembaga, majelis, dan organisasi otonom (ortom) dari berbagai kota, termasuk Makassar, Samarinda, dan Kaltara (Kalimantan Utara).
Family Gathering (Famgath), nama wadah kumpul-kumpul keluarga Muhammadiyah ini, menurut dia, lahir dari dua keprihatinan itu. “Tujuannya, untuk merawat keluarga kader Sang Surya, agar solid dan bisa menjaga nilai-nilai ke-Islaman dalam kehidupan berkeluarga,” ujarnya sambil menceritakan perjalanan Famgath dari tahun ke tahun, termasuk yang ke-6 kali ini.
Dia menjelaskan, acara ini tidak lahir secara struktural. “Ini acara perkaderan keluarga yang dibangun secara kultural, tanpa menggunakan uang Persyarikatan,” terang Nadjib. Pada Famgath ke-6 ini misalnya, berhasil terkumpul dana hampir Rp 100 juta. “Semuanya hasil urunan sukarela dari peserta,” ucapnya.
Ia berharap, kegiatan seperti ini bisa menular ke daerah-daerah atau dalam skala yang lebih kecil lagi. “Silakan diadopsi untuk dikembangkan di masing-masing daerah,” pesannya.
Pentingnya acara ini, menurut dia, untuk menjaga jangan sampai ada keterputusan antargenerasi Muhammadiyah. “Jangan sampai generasi kita terputus dengan generasi kedua, ketiga, dan seterusnya,” ungkapnya.
Mengenai kepesertaan Famgath, bagi dia tidak terlalu penting latar belakang historis seseorang. “Asalkan punya komitmen kuat dan kontributif pada gerakan dakwah, mereka layak diajak bergabung,” tandasnya. Karena menurut dia, sisi positif dari para “muallaf” itu, kerap lebih militan daripada yang asli.
“Ayo kita bersama-sama merawat keluarga kader dengan cara memberi keteladanan buat mereka!” pesannya. Siap! (Nurfatoni)