PWMU.CO – Bagi orang Indonesia, bahagia itu sederhana. Dan, karena itu, gampang didapatkannya.
“Orang Indonesia jika bisa menyalip antrean panjang di lampu merah terus bisa menerobos mereka, itu merupakan kebahagiaan.”
Pernyataan, lebih tepatnya sindirian, itu disampaikan Prof Dr H Zainudin Maliki MSi dalam Pengajian Ahad Pagi yang digelar Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebomas, di Masjid At Taqwa Giri, (31/12/17).
Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim itu budaya antre di Indonesia belum sepenuhnya bisa dijalankan.
“Berbeda dengan di luar negeri. Kalau ada dua jalur ya benar-benar dua jalur. Meskipun antrean panjang di lampu merah, tak ada satu pun yang menerobos,” terangnya.
Kontras dengan di Indonesia, kata Zainuddin. “Kalau di sini dua jalur bisa menjadi empat jalur. Bahkan trotoar pun ikut terpenuhi dengan kendaraan yang tidak sabar dengan antrean. Masak kalah dengan pola hidup semut, yang berbaris rapi tidak saling mendahului.”
Sebenarnya, tutur dia, orang Indonesia itu bisa tertip dan disiplin. Contohnya, jika menunggu saat berbuka puasa. “Saat adzan berkumandang, tidak sedikit pun waktu yang molor untuk segera menyantap makanan,” ujarnya.
Begitu juga saat sahur yang waktunya sudah mepet. “Menjelang adzan Subuh, dengan cepatnya melahap makanan, sampai makan tahu pun tidak pakai dikunyah, langsung ditelan,” ujarnya yang langsung disambar tawa hadirin.
Selain menyoroti soal disiplin, Guru Besar UINSA Surabaya itu menyoroti minimnya kreativitas. Soal ini, dia memberi contoh kebiasaan menggambar pemandangan.
“Hampir sebagian besar menggambar dua gunung dan satu matahari. Di tengah-tengahnya ada jalan yang diberi tiang lampu serta dua sawah,” uangkapnya. “Dan itu sudah tertanam di benak kita sejak TK hingga menjadi pengurus Muhammadiyah atau Aisyiyah saat ini.”
Menurut dia, Indonesia yang alamnya kaya raya, seharusnya bangsa ini, kalau kreatif, tentu sudah menjadi negara maju. “Tidak seperti sekarang utangnya malah menumpuk sampai Rp 4.636 Trilyun,” ungkap dia.
Untuk mengejar ketertinggalan itu, Zainuddin memberikan tiga tips. “Didiklah anak kita menjadi anak yang kreatif,” kata dia tentang tips pertama.
Kedua, membudayakan tradisi membaca dan menuangkan dalam tulisan. Tidak pelit membeli buku untuk dibaca karena salah satu sumber pengetahuan adalah buku.
“Jangan melihat buku dari harganya. Mengetahui ada buku karangan Pak Maliki dengan harga Rp 50 ribu, kemuduan tidak jadi dibeli karena merasa harganya mahal.” kelakarnya yang dusambut gelak tawa para jamaah.
“Kapan terakhir membeli buku dalam 1 bulan terakhir?” tanyanya pada jamaah.
Ketika ada jamaah Aisyiyah yang mengacungkan tangan, dia langsung bertanya, “Buku apa yang dibeli?Jangan-jangan buku tulis yang dibeli.” Lagi-lagi, jamaah pun gerr-gerran.
Tips ketiga, kata Zainuddin, hari ini harus lebih baik daripada kemarin dan esok hari harus lebih baik daripada hari ini.
“Jangan istiqamah dalam keterbelakangan. Kalau ingin maju harusnya bisa mengubah kebiasaan buruk menjadi baik. Kalau dulu malas membaca buku maka mulailah suka membaca buku,” pesannya.
Jangan usai pengajian ini bilang, “Aku masih seperti yang dulu,” ucapnya menirukan sebuah lagu lawas. Hadirin pun tertawa. (Nurfadlilah)