PWMU.CO-Ada tanda-tanda negara kita ini mulai retak. Indikasinya kita bisa rukun dengan yang berbeda agama, tapi malah tidak rukun dengan yang seagama.
Hal itu dikatakan Sekjen PP Muhammadiyah Dr H Abdul Mu’ti MEd dalam acara Milad Muhammadiyah di Pendopo Kabupaten Trenggalek, Ahad (7/1/2018).
“Kalau suasana ini dibiarkan, negara bisa benar-benar runtuh. Maka dari itulah semangat yang kita kobarkan adalah Muhammadiyah merekat kebersamaan. Kerukunan adalah fondasi kemajuan dan kejayaan,” ujar Abdul Mu’ti.
Di aspek yang lain, sambung dia, Muhammadiyah sering memberi masukan kepada pemerintah terkait beberapa “ayat” konstitusi yang menyimpang. “Bukannya Muhammadiyah berseberangan, tapi justru ingin meluruskan demi kemaslahatan,” kata Mu’ti menegaskan.
Dia mencontohkan beberapa ayat konstitusi yang salah dan bermasalah. Semisal perkawinan sesama jenis tidak dilarang, dan hubungan tanpa ikatan diperbolehkan. “Ini adalah satu wujud konstitusi yang tidak saleh,” tegasnya.
Lagi, tandas Mu’ti, ada orang yang gagal paham memaknai HAM. Faktanya di UUD 1945 itu jelas kita diberi hak asasi untuk memeluk agama (freedom of religion), bukan hak untuk beragama atau tidak beragama (freedom from religion).
Berkemajuan itu, menurut Mu’ti, berarti semakin maju dalam pemikiran tapi tetap mengacu pada Al Quran dan hadits. “Jangan menafsirkan ayat dan hadits semaunya sendiri, sehingga yang muncul adalah pembenaran dan kebenaran versinya sendiri-sendiri,” katanya.
Seiring dengan itu Mu’ti meminta jadikan simbol-simbol negara dengan benar. Jangan cuma untuk menuduh orang yang berseberangan pendapat sebagai anti negara.
Dia berharap jangan cuma simbol negara ya cuma sekadar simbol tapi jadikan simbol yang berdaulat. Negara ini tidak akan berkemajuan meskipun ada aparatur keamanan, tapi yang berkuasa malah komplotan preman.
“Terakhir, jauhilah penyakit iri. Mari kita wujudkan Indonesia berkemajuan dengan Islam berkemajuan,” tegasnya. (Heri Fendi)