PWMU.CO – Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nugraha Hadi Kusuma menyampaikan, banyak keluarga Muhammadiyah yang tak mampu menghasilkan kader Muhammadiyah. Penyebabnya adalah pengkaderan keluarga tidak berjalan dengan baik.
Menurut Nugroho, ada lima model pengkaderan yang membutuhkan penanganan optimal. Pertama, perkaderan keluarga. “Perkaderan keluarga harus dioptimalkan, agar keluarga Muhammadiyah bisa menghadirkan kader yang militan,” tegas Nugroho dalam Pengajian Jumat Pagi, di Masjid Taqwa Babat, Lamongan, (12/1/18).
Kedua, Perkaderan komunitas. Menurut dia, egoisme kelompok sering menjadi penghalang tidak bisa menerima kader dari luar yang potensial. Padahal amal usaha Muhammadiyah (AUM) dan Organisasi otonom membutuhkan kehadiran mereka.
Ketiga, perkaderan berbasis even dan kegiatan. “Pada banyak tempat, banyak kader lahir dari kegiatan Muhammadiyah. Mereka aktif di pengajian, BMT, dan berbagai kegiatan lain. Maka membuat even menarik sangatlah penting,” tuturnya.
Keempat, perkaderan berbasis filantropi. Nugroho berpendapat, pengkaderan lahir juga dari kedermawanan dan kesetiakawanan.
“Kelima, perkaderan berbasis eksistensi penguatan publik. Kini dunia sedang melawan keburukan yang berjalan secara sistimatis. Maka sebagai kader Muhammadiyah berkewajiban memberikan pelajaran pada masyarakat, agar menjadi sebaik-baik umat,” terangnya.
Dahulu, kata dia, banyak warga Muhammadiyah yang diberi amanah publik. “Maka dia mempergunakan jabatan itu guna pengembangan Muhammadiyah,” katanya.
Menurut Nugraha, kunci perkaderan adalah uswatun hasanah atau keteladanan yang baik. “Bukan main perintah atau meminta fasilitas dari Persyarikatan,” tuturnya menyindir.
Dia memberi contoh keteladanan yang diberikan oleh KH Abdur Rozak Fachruddin—dikenal dengan Pak AR—Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1968-1990.
Sekitar akhir tahun 1989, kisahnya, Pak AR yang akan mengisi kuliah Subuh di UMY, harus dibonceng sepeda ontel gara-gara mobil yang mau dipakai terkunci. “Akhirnya Pak AR sampai juga di UMY. Kuliah Subuh yang mestinya ditunda tetap dilaksanakan. Akhlak Pak AR sangat mulia,” ungkap dia.
Anak yang membonceng Pak AR itu, jelas Nugraha, kini menjadi kader Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah.
“Keteladan Pak AR jauh lebih menyentuh hati dibanding puluhan acara pengkaderan yang dia ikuti,” jelasnya.
Keteladaan ternyata bisa jadi model perkaderan ke-6. Semoga! (Hilman Sueb/Ilmi)