PWMU.CO – Di saat teman sebayanya banyak yang hijrah ke kota, Khamim Asy’ari, justru bertahan tinggal di desa. Pria kelahiran 29 September 1968 ini tidak terseret arus urbanisasi. Setelah lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan – Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPP SPMA) Sidoarjo yang berijazah SPP SPMA Negeri Malang, ia kembali ke kampung halamannya di Desa Siser, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Di sisa waktunya sebagai penyuluh pertanian, ia berproses untuk “mewarisi pekerjaan” ayahnya sebagai petani. Sehari-hari ia geluti tanaman dan hama. Ketekunan dan cita-cita besarnya untuk kemajuan pertanian, mengantarkannya menjadi petani enterpreneur sukses.
(Baca: Muhammadiyah Kota Malang Luncurkan Beras “Sang Surya”)
Hasil kerja kerasnya itu berbuah melon-melon manis. Senin kemarin (18/4/2016), sebanyak 6 ton buah melon jenis golden apollo yang ia panen dari lahan seluas 0,25 ha, siap dikirim ke supplier besar buah-buahan yang ada di kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung. Bahkan sampai jauh ke luar pulau seperti ke Kota Balikpapan, Pontianak, dan Palembang.
Dengan harga Rp 12 ribu per kg, sudah bisa dibayangkan berapa uang yang berhasil ia kumpulkan. Tapi ayah dua anak ini tidak ingin sukses sendirian. Ia selalu bersemangat memberikan pelatihan pada para petani untuk menanam melon dengan standar kualitas tinggi. Sedikitnya ada 100 petani yang sudah ia ajak menanam melon jenis golden apollo ini.
Ke-100 petani itu tersebar di Desa Siser, Bulutigo, Gampang Sejati, yang terletak di Kecamatan Laren. Pelatihan juga dberikan di luar Kecamatan Laren seperti Babat dan Brondong, dan bahkan sampai ke Kabupaten Tuban. Para petani melon itu dilatih oleh Khamim secara personal maupun kelembagaan dengan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui APBD dan APBN.
(Baca: Mahasiswa UM Surabaya Gagas Masjid Supercanggih)
Mereka itu bersemangat mengikuti jejaknya, karena, menurut suami Nurmi ini, prospek menanam melon sangat menjanjikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan buah berkualitas. Apalagi masa tanam “cuma” 65 hari dan setahun bisa 2-3 kali panen. Tentu, “bisnis” ini sangat menarik.
Dengan menanam buah bernama latin Cucumis melo ini, pendapatan petani jauh meningkat. “Jika pertanian padi rata-rata sekali panen mendapatkan Rp 25-30 juta per hektar dengan biaya sekitar Rp 14-20 juta, maka kini mereka bisa meraup Rp 250-300 juta per hektar dengan biaya sekitar Rp 110-125 juta,” jelas PNS yang kini menjadi staf fungsional di UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur ini.
Alumnus Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini mulai merintis pertanian melon sejak 2008. Selain melon, yang sudah dikembangkan adalah tanaman cabai besar dan tomat pada lahan seluas 0,15 ha dan padi organik seluas 0,5 ha.
Baca sambungan hal 2: Aktivis Muhammadiyah yang berprestasi